JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah memprioritaskan penanganan dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan 14 perusahaan asing sektor minyak dan gas (Migas). Kini, masih dalam tahap pengumpulan alat-alat bukti, karena belasan perusahaan ini tidak membayar pajak.
“Untuk urusan pajak, KPK sudah mendesak Dirjen Pajak untuk menagih utang pajak mereka. Kalau ada indikasi pelanggaran hukum, KPK yang akan langsung menanganinya,” kata Wakil Ketua KPK Bidang pencegahan Haryono Umar kepada wartawan di Jakarta, Senin (18/7).
Pengemplangan pajak yang diduga dilakukan 14 perusahaan asing itu, jelas dia, penanganannya ditargetkan selesai tahun ini juga. Pasalnya, jika pengemplangan pajak itu terus dibiarkan, pihaknya khawatir kerugian keuangan negara akan terus bertambah. Jika tidak ditangani segera, dikhawatirkan kasus tersebut menguap dan akhirnya menghilang tak jelas. “Kami harus terus mendorong, agar Ditjen Pajak dan BP Migas segera menagih utang pajak mereka selama puluhan tahun terakhir ini,” tandasnya.
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) membeberkan data ada 33 perusahaan operator sektor migas yang tak membayar kewajibannya kepada negara. Dari jumlah itu, sebagian besar adalah perusahaan asing. Selebihnya adalah perusahaan lokal. “Mayoritas pengemplang pajak adalah perusahaan asing. Sisanya perusahaan lokal, ada Pertamina dan BUMD Riau. Laporan ini didasari laporan BPK dan BPKP,” kata peneliti ICW Firdaus Ilyas.
Temuan KPK itu, kata dia, hanyalah sebagian kecil dari data yang ada. Padahal, jumlahnya masih banyak. Pihaknya meminta KPK untuk terus melakukan pengawasan dan pemantauan secara intensif dan menelusuri indikasi tindak pidana korupsi terkait berlarut-larutnya utang pajak perusahaan migas tersebut. “Total tunggakan pajak yang belum dibayar 33 perusahaan itu adalah 583 juta dolar AS atau sekitar Rp 5 triliun. Hitungannya mulai 2008 hingga 2010. Jumlah itu disesuaikan dengan nilai dolar saat itu," ujarnya.
Firdaus menduga, dengan jumlah yang sangat besar itu, diduga ada mafia pajak yang bermain di balik tunggakan tersebut. Ditjen Pajak harus segera menindaklanjuti temuan BPK dan BPKP serta menerbitkan surat kurang bayar pajak dan melakukan penagihan. KPK juga didesak melakukan pengawasan secara intensif terkait dugaan korupsi dalam kasus ini. Terakhir, pemerintah harus melakukan pembenahan mekanisme pengelolaan dan transparansi penerimaan migas.
"Kemungkinan besar ada mafia. Bahkan, Pansus DPR sudah mengerucut mengenai siapa dalangnya. Tinggal ditindaklanjuti. Jika ditemukan indikasi dugaan pidana pajak, wajib dibawa ke ranah hukum," jelas Firdaus.
Sedangkan Koordinator ICW Danang Widoyoko menyarankan, agar pemerintah harus memiliki integritas di atas perusahaan-perusahaan pengemplang pajak. Jika posisi pemerintah lemah, maka kondisi ini bisa saja terulang lagi untuk ke depannya. "Kewenangan sepenuhnya ada di tangan pemerintah. Tapi saya malah khawatir, pemerintah tak punya keberanian untuk itu,” selorohnya.
Prihatin
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) Denny Indrayana merasa prihatin dengan kasus pengemplangan pajak di sektor migas. Namun, Satgas PMH akan mendukung KPK untuk memanggil pihak-pihak terkait, yakni Dirjen Pajak Fuad Rahmany. “Kalau memang perlu, KPK bisa panggil dan memeriksa Dirjen Pajak untuk mengetahui motif di balik pengemplangan pajak ini. Kalau memang diperlukan, pejabat BP Migas juga ikut diperiksa,” ujarnya.
Denny juga menyatakan pihaknya merasa prihatin dengan persoalan-persoalan hukum yang berhubungan dengan pajak. Menurutnya, penegakan hukum yang berkaitan dengan pajak harus menjadi prioritas. "Pajak itu adalah salah satu pendapatan negara yang sangat penting sehingga tentu saja upaya penegakkan hukum di bidang perpajakan harus jadi prioritas," terang Denny.
Di tempat lain, Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) menyerahkan sepenuhnya kepada Kementerian Keuangan, terkait 14 perusahaan yang menjadi kontraktor kerja sama migas (KKKS) yang menunggak pajak senilai Rp 1,6 triliun. “Saya kira semuanya bergantung Menkeu, makanya kami serahkan sepenuhnya kepada Menkeu untuk menangani masalah itu. Tapi prisipnya, orang tidak boleh menunggak pajak,” kata Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh.
Sebelumnya, KPK mendesak Ditjen Pajak untuk segera menertibkan 14 perusahaan yang ditaksir merugikan negara sampai Rp 1,6 triliun, karena tak bayar pajak. KPK sudah pernah mempertanyakan kepada Ditjen Pajak dan jawaban yang didapat tidak memuaskan KPK. Ditjen Pajak beralasan, saat ini mereka tengah menginventarisir ulang seluruh pihak yang belum bayar pajak. KPK juga meminta supaya Ditjen Pajak segera menerbitkan Surat Ketetapan Pajak bagi 14 perusahaan itu.
Haryono sendiri enggan membeberkan data-data perusahaan itu. Alasannya terbentur dengan aturan mengenai kerahasian perusahaan. Sementara berdasarkan catatan dari BP Migas, kerugian negara yang ditimbulkan akibat tidak dibayarnya pajak oleh perusahaan asing itu mencapai Rp 1,6 triliun. Namun angka itu bisa jadi jauh lebih besar, karena baru BP Migas yang melakukan pendataan.(ans/bie/rob)
|