Edy" /> BeritaHUKUM.com
Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Pertumbuhan Ekonomi
KMI: Paket Kebijakan Ekonomi dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional
2016-11-03 08:54:02
 

Tampak suasana Seminar Nasional "Paket Kebijakan Ekonomi dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional" oleh Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Jakarta, Rabu (2/11).(Foto: BH /mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Pekan pertama bulan November 2016, tepatnya pada, Rabu (2/11) diselenggarakan Seminar Nasional bertajuk "Paket Kebijakan Ekonomi dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional" yang diselenggarakan oleh Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta.

Edy Humaidi selaku Ketua KMI mengemukakan bahwa, menyoal masa era Reformasi bukan hanya Soeharto dimaksudkan harus jatuh, namun juga mengawal era reformasi sampai saat ini. "Maka itulah, KMI masih berupaya mengawal pemerintah sampai sejauh ini. Terlebih pada Pemerintahan Jokowi-JK yang telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi hingga sebanyak XIII. Namun, nyatanya dalam paket kebijakan ekonomi tersebut, belum ada hal-hal yang signifikan dan menonjol terhadap ekonomi sejauh ini," ungkap Edy Humaidi.

Maka itulah, supaya Indonesia tidak terperosok dalam menghadapi pertumbuhan ekonomi dunia, bahasan terkait paket kebijakan ekonomi itu menarik serta sangat berharga dan penting buat pencerahan bagi kami semua. Harapannya pula dari diskusi ini sebagai oase untuk mengupas paket kebijakan ekonomi ini. Menariknya ada beberapa dari asosiasi, Hipmi, Kadin, Apindo, karena regulasinya cukup banyak, namun terasa tidak tersampaikan sesuai dengan yang disampaikan oleh pemerintah," ujar Edy Humaidi, lebih lanjut saat memberikan kata pengantar sebelum seminar dimulai di hadapan para peserta yang berjumlah sekitar 200-an orang, yang terdiri baik dari Parpol, BUMN, Perusahaan, Aktivis, mahasiswa, dan khalayak umum.

Pantauan pewarta BeritaHUKUM.com, acara turut hadir pembicara antara lain Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindra Wardhana, Enny Sri Hartati sebagai Direktur Institute for Development of Economic and Finance atau INDEF dan Azhar Lubis Deputi Bidang Pengendalian dan Pengawasan Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM.

Sementara, Danang Girindra Wardhana selaku Ketua bidang Kebijakan Publik APINDO, menyebutkan kalau timbulnya berbagai bentuk aksi demonstrasi yang acapkali terjadi di Indonesia setidaknya akan mengakibatkan kekhawatiran pada dunia industri, selain itu berdampak pula pada kawasan industri di Indonesia yang dapat rentan sekali dengan keamanan sosial.

"Untuk atasi persoalan aksi ini perlu ada tindakan tegas dari pemerintah Indonesia, agar demo-demo ini tidak akan terulang di masa depan," katanya.

Bahkan menurut Danang, yang terjadi sekarang adalah adanya pergeseran dari budaya dialogis, duduk bersama, dirembug bersama menjadi budaya aksi demontrasi atau unjuk kekuatan. "Seperti misalnya dengan demonstrasi yang digelar oleh buruh yang menuntut upah yang layak dan kesejahteraan terjadi sekarang ini. Oleh karena itu paradigma berfikir harus dirubah, hingga secara keseluruhan iklim investasi akan tercipta dengan baik. Kuncinya adalah pemerintah harus berdialog untuk mencari solusi dengan duduk bersama dengan pengusaha dan pekerja," jelasnya, Rabu (2/11).

Ketua Apindo bidang kebijakan publik ini yakin, Presiden Jokowi dengan pribadinya sangat terbuka dan dapat mendengar aspirasi pekerja dan pengusaha dan beliau sangat senang mengajak dialog berbagai kalangan melalui dialog meja makannya beliau. "Tantangan terbesar berinvestasi di Indonesia, terletak pada regulasi yang tidak bisa diprediksi. Akibatnya, pelaku usaha kesulitan melakukan perencanaan usaha di Indonesia."

Danang juga menyatakan harapannya, supaya Pemerintah berupaya keras memberantas penyakit inkonsistensi dan ketidaksinkronan antarlembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah.

"Hingga bisa memberikan kepastian regulasi bagi pelaku usaha sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.

Sebagai contoh, di tengah upaya pemerintah melakukan deregulasi berbagai kebijakan guna menyehatkan iklim investasi di Indonesia, muncul Undang-undang (UU) No.33/2014 tentang jaminan produk halal yang mensyaratkan semua produk harus mendapatkan sertifikasi halal.

"Harus melakukan sertifikasi halal untuk segala macam produk tentu saja menambah beban bagi dunia usaha juga. Inilah salah satu bentuk inskonsistensi regulasi yang ada di Indonesia," jelasnya.

Menurut Danang, bila pemerintah menginginkan terjadinya reindustrialisasi dengan membuka pintu selebar-lebarnya bagi para investor dalam dan luar negeri, semestinya menerapkan regulasi yang konsisten mendukung perbaikan iklim investasi.

"Pasalnya, dalam melakukan perencanaan usaha, para pelaku bisnis melakukan perhitungan hingga 20 tahun ke depan," tambahnya, seraya mengungkapkan bahwa Kementerian dan Lembaga dalam jajaran pemerintahanlah yang menampilkan citra inkonsistensi Pemerintah.

Dia mencontohkan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan telah mencabut regulasi tentang izin gangguan (hinder ordonantie/HO).

Namun, pada praktiknya di daerah pinggiran Jakarta, izin tersebut masih ditagih oleh pemerintah daerah setempat. "Izin ke BKPM cuma tiga jam tapi untuk mendapatkan persyaratan yang hendak dibawa ke BKPM itu lamanya minta ampun. Tanpa HO, usaha tidak bisa dijalankan," tutur Danang, yang juga mantan Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) ini.

Sedangkan, Direktur Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyampaikan, Jangan Larut dalam euforia kesempatan sama, kalau review atas paket kebijakan ekonomi bagi kebijakan ekonomi nasional review 2 tahun Pemerintahan Jokowi-JK, tentunya banyak rapor birunya yang tersampaikan ke publik.

Bahkan, sambung Eni bila merujuk dari proyeksi yang diutarakan oleh IMF, bahwa Indonesia masih diurutan ke-3 di dunia untuk 20 negara terbesar. Tapi kalau melihat posisi di ASEAN saja, bandingkan dengan Vietnam, Laos, dengan Philipina, mereka tumbuh baik baik juga bahkan 6%, Vietnam saja 6%, Laos, Kamboja 7%. India masih di atas 7%. Betul ada perlambatan ekonomi global, namun tidak semua terpuruk.

Direktur INDEF itu menilai, membaiknya peringkat kemudahan berusaha atau ease on doing business Indonesia dari 106 ke 91 belum menunjukkan dampak positif dari deregulasi kebijakan pemerintah. Alasannya menurutnya survei yang dilakukan oleh Bank Dunia itu hanya dilakukan di Jakarta dan Surabaya. Karenanya, semua pihak diingatkan untuk tidak larut dalam euforia perbaikan data makro ekonomi semata. Tapi harus lebih mendalam melihat indikator kesejahteraan masyarakat seperti konsumsi yang rendah serta penyerapan lapangan kerja yang rendah dan daya saing yang saat ini turun.

Kuncinya adalah Investasi dan Eksport. Dalam Industri Manufaktur, masih dibawah kalau melihat formulitas, tranformasi Kemenko.

Namun sementara itu di sisi lain, Azhar Lubis selaku Deputi Bidang Pengendalian dan Pengawasan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengutarakan bahwa, pemerintah akan mempercepat proses perizinan investasi dengan membentuk Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di daerah.

"Usul ini akan segera diproses di Kementerian Dalam Negeri. Selain itu, Dinas Penanaman Modal ditargetkan bisa mengintegrasikan perizinan dengan pemerintah daerah, yang selama ini dinilai kurang harmonis," katanya.

Ia juga meminta peran aktif pelaku usaha untuk melapor jika menemukan peraturan daerah yang menghambat investasi, BKPM akan melakukan verifikasi dan mempertemukan pelaku usaha, pemerintah daerah, serta perwakilan Kementerian Dalam Negeri. "Jika terbukti menghambat investasi, Perda itu direkomendasikan untuk dicabut," pungkasnya.(bh/mnd)



 
   Berita Terkait > Pertumbuhan Ekonomi
 
  Wakil Ketua MPR: Ekonomi Tumbuh Namun Kemiskinan Naik, Pertumbuhan Kita Masih Eksklusif
  Waspadai Pertumbuhan Semu Dampak 'Commodity Boom'
  Pimpinan BAKN Berikan Catatan Publikasi BPS tentang Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I-2022
  Harga Tidak Juga Stabil, Wakil Ketua MPR: Pemerintah Gagal Menjalankan Amanat Pasal 33 UUD 1945
  Roadmap Ekonomi dan Industri Indonesia menuju Superpower Dunia
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2