BALIKPAPAN, Berita HUKUM - Badan Lingkungan Hidup (BLH) menemukan indikasi kerusakan lingkungan. Di sekitar Teluk Balikpapan ditemukan dorongan tanah. Dorongan tanah itu masuk kawasan hutan mangrove dan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW). Awalnya BLH menerima laporan tentang kejadian itu dari warga yang masuk di pos pengaduan BLH pada pertengahan Agustus lalu.
Dua hari lalu, BLH bersama instansi terkait meninjau lokasi yang dimaksud. Kaltim Post yang ikut saat pantauan, ada dorongan tanah sepanjang kurang lebih 3 kilometer di lokasi yang dimaksud. Selain itu, dorongan tanah ini juga menutup anak sungai dan hulu Sungai Tengah di lokasi itu.
“Karena dorongan tanah ini menutup sungai sehingga dapat memutus ekosistem antara ekosistem mangrove dan HLSW terutama bagi satwa yang sering melintas,” ungkap Kabid Informsai dan Penegakan Hukum Lingkungan, BLH Balikpapan, Rosmarini. BLH menduga dorongan tanah ini untuk dibuat jalan.
“Kami akan melakukan penyelidikan terlebih dahulu mengenai kejadian ini,” jelas Rosmarini, seperti dikutip dari kaltimpost.co.id
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapedda) Balikpapan Suryanto mengatakan pihaknya juga akan melakukan penelitian. Apakah itu bagian dari rencana proyek pembangunan daerah atau bukan. “Tahun ini memang ada kegiatan pembuatan badan jalan pendekat dari pelabuhan peti kemas ke Jembatan Pulau Balang,” ungkap Suryanto.
Sementara itu, Kepala UPTD Wilayah Selatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kaltim, Taufik Hidayat membenarkan adanya pembukaan lahan untuk jalan di kawasan itu. “Benar dan sudah ada Amdalnya (analisis menganai dampak lingkungan), barangkali perlu dikoordinasikan pada tahap pelaksanaannya saja,” ungkap Taufik.
Ditambahkan Taufik, jalan Trans Kalimantan nantinya akan dibuat jalur lurus tidak berkelok seperti yang ditemukan BLH kemarin. “Nantinya jalan itu akan dibuat lurus, kalau yang sekarang hanya sementara sebagian untuk akses kerja,” tambahnya.
Terkait masalah ini, BLH berencana mengundang Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang mengerjakan proyek tersebut, bersama instansi terkait. Di antaranya, Bappeda, Dinas PU dan Dinas Tata Kota.
Sentra Program Pemberdayaan dan Kemintraan Lingkungan (Stabil) menganggap kejadian ini merupakan ketidakmampuan pemerintah provinsi dalam menjalankan pengawasan proyek.
“Kami sebenarnya menolak adanya pembangunan jalan tersebut, karena akan menghancurkan ekosistem mangrove dan hutan lindung. Sekarang terbukti dengan danya pembukaan lahan yang tidak sesuai ini mencerminkan ketidakmampuan pemerintah provinsi di dalam pengawasan proyek di lapangan,” ungkap Direktut Eksekutif Stabil Jufriansyah.(bjo/far/kpc/bhc/rby) |