JAKARTA, Berita HUKUM - Farhat Abbas kembali melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi. Kali ini Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dimohonkan pengujiannnya oleh Farhat pada Senin (3/6) di Ruang Sidang MK.
Dalam pokok permohonannya, Farhat yang diwakili oleh Asmin Sutanmuda, mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Menurut Asmin, pasal UU tersebut menghambat kebebasan Pemohon untuk menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya serta menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia seperti yang di jamin dalam Pasal 28E ayat (2) dan 28F UUD 1945.
Pemohon, jelas Asmin, sebagai hak warga negara dan penduduk Jakarta yang menyatakan pendapat atas kepemimpinan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok justru dilaporkan kepada pihak kepolisian karena kritikan dalam sebuah jejaring sosial berupa twitter. Kritikan yang disampaikan oleh Pemohon ditafsirkan telah menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
“Akibat dari penyampaian tersebut, Pemhon dilaporkan dan menjadi tersangka dengan dijerat oleh Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Hal ini menimbulkan hubungan causa verbal antara norma yang diujikan dengan kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon,” urai Asmin.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Pasal 28 ayat (2) UU ITE dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 khususnya Pasal 28E ayat (2) dan Pasal 28F. “Dan menyatakan materi muatan dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujarnya.
Menanggapi permohonan tersebut, Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Muhammad Alim memberikan saran perbaikan bagi Pemohon. Alim menyarankan agar Pemohon memikirkan konsekuensi jika Pasal 28 ayat (2) UU ITE dihapuskan. “Nanti malah tidak ada aturan yang membatasi kebebasan berpendapat. Anda harus memberi analisa yang lebih bagus,” sarannya.
Hal serupa diungkapkan oleh Hakim KOnstitusi Arief Hidayat yang meminta Pemohon mempertimbangkan kembali petitumnya. Menurut Arief, petitum Pemohon yang meminta dihapuskannya Pasal 28 ayat (2) UU ITE akan menimbulkan ketidakpastian hukum. “Apa kalau misalnya permohonan Pemohon dikabulkan justru akan menimbulkan anarkisme dan menimbulkan terlanggarnya hak asasi yang lain. Konstitusi sudah memberikan batasan kebebasan agar tidak melanggar hak asasi orang lain,” paparnya.
Pemohon diberi waktu 14 hari untuk melakukan perbaikan permohonan. Sidang berikutnya mengagendakan pemeriksaan perbaikan permohonan.(la/mk/bhc/opn) |