JAKARTA, Berita HUKUM - Aneh tapi nyata, karena orang tidak bersalah masih saja dipenjara. Kasusnya dipaksakan menjadi perkara, dan inilah realita yang menimpa seorang pengusaha bernama Hiendra Soenjoto. Hiendra jadi terdakwa di PN Jakarta Utara, padahal di PN Jakarta Selatan, dalam putusan Praperadilan jelas menyatakan bahwa semua dakwaan harus dibatalkan
Kendati demikian, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Reza besama Theodora bukannya mencabut dakwaan tersakwa di PN Jakarta Utara melainkan tetap menyidangkan Hiendra sebagai terdakwa. Dan saat ini persidangannya sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.
Akhirnya Hiendra angkat suara. Menurutnya kasus ini sangat dipaksakan, karena mengabaikan putusan pengadilan sebelumnya. "Saya menjadi terdakwa, karena ada yang ingin menguasai harta dan perusahaannya. Saya juga menduga ada permainan JPU dalam kasus ini," ujarnya pada wartawan, Kamis (16/11).
Penetapan Pengadilan
Pasalnya, Majelis hakim PN Jakarta Utara yang menangani perkaranya telah mengalihkan statu penahanan terdakwa Hiendra Soenjoto dari Rutan menjadi tahanan kota pada Jumat (10/11), tetapi Hiendra masih tetap meringkuk dalam sel tahanan di Rutan Cipinang hingga Senin (13/11). Ironisnya, kenapa JPU tidak langsung mengeksekusi dan mengeluarkan Hiendra dari tahanan. Ada apa dengan Jaksa?
"Berdasarkan surat Penetapan perintah penahanan Hakim PN Jakarta Utara Nomor:
1121/Pen.Pid/2017/PN.Jkt.Utr. Setelah melalui rapat majelis hakim, terdakwa Hiendra Soenjoto status penahanannya dialihkan menjadi tahanan kota," ujar Ketua majelis hakim Ramses Pasaribu, sebelum menutup persidangan lanjutan pada, Kamis (9/11) lalu dengan agenda pemeriksaan saksi.
Ketiga orang saksi itu adalah Azhar Umar, Muhamad Bachitar Nasution dan Reza Irfansyah diambil sumpahnya. Saksi yang pertama diperiksa adalah Azhar Umar (saksi pelapor).
Di persidangan Azhar menyatakan pernah diperiksa oleh Polisi sebagai pelapor. "Saya melaporkan Hiendra karena telah dirugikan dalam keterangan palsu pada akta notaris nomor 116, berdasarkan pasal 263, 264 dan 266 ayat (1) KUHP," ujarnya seraya mengatakan kerugiannya karena sahamnya menjadi hilang.
Menurut Azhar, akta notaris Nomor: 166 itu inbreng, karena terdakwa dalam RUPS itu telah mengubah statusnya, yang seharusnya menjadi Direktur Utama (Dirut).
"Seharusnya saya yang menjadi Dirut pada 25 Juni 2014 itu. Pada saat itu saya memberi kuasa kepada Reza untuk mewakili saya yang tidak bisa hadir dalam RUPS. Tapi pada saat itu Reza tidak diijinkan masuk, dan akhirnya diketahui susunan direksi telah dirubah oleh terdakwa," ujarnya seraya mengatakan aset sebesar Rp3 Triliun itu sudah tidak ada.(bh/db) |