SAMARINDA, Berita HUKUM - Sidang lanjutan dengan keterangan saksi terhadap terdakwa M Fadli Illa, mantan Sekretaris Kota Samarinda dalam kasus korupsi pengadaan Kapling Tanah Matang (KTM) Korpri Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) selaku ketua panitia pengadaan tanah sebagai terdakwa.
Sidang lanjutan Selasa (7/5) dipimpin Majelis Hakim yang diketuai Sugeng Hiyanto dengan anggota hakim ad hoc Tipikor Abdul Gani dan Medan Parulian Nababan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan 2 saksi, mantan camat Samarinda Ilir, Didi Purwito dan mantan lurah Pulau Atas Awal Hatmadi.
Keterangannya, Didi Purwito dalam menjawab pertanyaan hakim menjelaskan bahwa harga tanah di lokasi tersebut paling tinggi berkisar Rp 100 juta per hektar dengan kondisi tanah perpaduan, ada lahan gundul dan ada lahan persawahan, jadi kalau mau dibangun rumah harus terlebih dahulu dimatangkan, ujar Didi Purwito.
Dengan harga tersebut, jelas Didi, tentu jauh sekali dengan harga penjualan setelah matang atau jadi KTM oleh PT Davindo Jaya Mandiri (DJM), karena harga yang dijual kepada Pemkot Samarinda melalui Korpri Samarinda harga pe rmeternya Rp 145 ribu atau sekitar Rp 1 miliar lebih per hektar, ujar Didi.
Ketika Majelis Hakim menanyakan soal jatah, saksi mengatakan selaku PNS dengan jabatan camat waktu itu tidak dapat jatah rumah atau KTM disana. "Saya tidak dapat rumah atau KTM di lokasi tersebut, tapi ada PNS di kecamatan yang dapat," terang Didi
Dikatakan saksi Didi, pada tahun 2004 dirinya menjabat camat Samarida Ilir, dan proyek KTM saat itu sudah mulai berjalan, ada rapat penentuan, saya tidak ikut rapat namun saya menandatangani surat pelepasan hak dari warga kepada David Effendi, kapasitas saya selaku camat, tambah Didi.
Hal yang sama dengan saksi Awal Hatmadi mantan Lurah Pulau Atas. "Soal tanah Korpri, saya tahunya David beli dari masyarakat, kemudian dikerjakan untuk Korpri, tanah tersebut sebelumnya dikuasai masyarakat, dan digarap untuk kebun," jelas Awal.
Kepada Majelis Hakim, Awal mengatakan lokasi tersebut adalah tanah negara, tetapi kemudian dikuasai masyarakat, namun soal harga tanah saat itu sekitar tahun 2008 berkisar antara Rp 2.500 sampai Rp 10.000 permeter, tergantung lokasi dan kondisi tanahnya, tegas Awal.(bhc/gaj) |