JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Meski mengalami kemajuan teknologi dalam penerapan energi terbarukan di bidang transportasi umum khususnya mobil, Menteri Riset dan Teknologi, Prof. Gusti Hatta menyatakan potensi bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan masih menghadapi kendala persoalan luas lahan.
Diperlukannya lahan yang luas terkait biaya produksi bioetanol yang masih dianggap tinggi.
"1 liter bioetanol untuk kendaraan mobil, itu butuh 7 kilogram singkong. Artinya secara umum kita butuh lahan luas guna mengoptimalkan bioetanol sebagai bahan energi terbarukan,"ungkap Gusti Hatta kepada BeritaHUKUM.com usai menerima mobil berbahan bakar gas berteknologi konverter karya Peneliti UGM, Jum'at (20/4).
Menurut Gusti, pemerintah harus mempertimbangkan dua sisi untuk kegunaan yaitu antara fungsi lahan tanaman sebagai bahan energi terbarukan atau luas lahan yang dioptimalkan guna ketersediaan ketahanan pangan.
"Soal masa depan bioetanol, ini sedang dipertimbangkan pemerintah, karena lahan yang ada juga diperlukan untuk ketahanan pangan", imbuhnya.
Saat ini bahan bakar bersumber energi bioetanol dijual dengan harga pasar Rp. 9.000 per liter. Adapun sejak tahun 2006, Kementrian Ristek dan BPPT telah melakukan ujicoba pemakaian bioetanol terhadap sejumlah kendaraan transportasi serta mesin untuk mengolah hasil panen tanaman pangan.
Tahap uji coba dianggap berhasil namun sayangnya semua uji coba itu masih terkendala ketersediaan bahan baku, luas lahan serta dukungan kebijakan dari pemerintah.
Sedangkan Brazil merupakan negara di benua Amerika Latin yang paling banyak menggunakan bioetanol dan biodiesel guna meningkatkan ketahanan energi negeri tersebut.(Bhc/boy) |