JAKARTA, Berita HUKUM - Advokat senior, Hartono Tanuwidjaja SH MH MSi merasa kesal terhadap oknum di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Karena selaku Kuasa hukum PT Bangkit Perkasa Sukses (PT BPS), Ia merasa dipermainkan oleh oknum tersebut.
Pasalnya, selaku pemenang lelang yang sah, Hartono tidak bisa melaksanakan Eksekusi Pengosongan lanjutan terhadap sebidang tanah yang berlokasi di jalan Kayu Besar 12 Kapuk, Jakarta Barat itu. Padahal selaku pemohon Eksekusi, dia sudah mengeluarkan kocek sebesar Rp 1,5 milyar.
Menurut Hartono tidak terlaksanakannya eksekusi pengosongan tersebut dikarenakan majelis hakim yang diketuai Bambang Budi Mursito SH dengan anggota Robet Hendrik Pasumah SH.MH dan Agus Pambudi SH.MH mengabulkan gugatan penggugat, berdasarkan putusan perdata No: 767/Pdt.G/2019/PN.Jkt Brt.
"Dalam putusan perdata No: 767/Pdt.G/2019/PN.Jkt Brt ini, penggugat mengaku sebagai ahli waris lahan yang dalam sita eksekusi tersebut," ujar Hartono di ruang kerjanya, kepada Berita Hukum, Senin (16/3).
Selaku advokat senior yang sudah malang melintang dari Sabang sampai Marauke ini, Hartono menilai putusan Np: 767 tersebut aneh dan janggal. Sebab, selaku kuasa hukum PT BPS ini, kata Hartono kliennya sebagai pemenang lelang telah sah membeli tanah itu dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara (KPKLN) Jakarta IV.
Menurut Hartono, pada tanggal 22 November 2017 sebidang tanah Sertipikat Hak Milik (SHM) No: 808/Tegalalur seluas 1543 M2, yang berada di jalan Kayu Besar 12 Kapuk, Jakarta Barat tersebut telah dilelalang. Dan pemenangnya adalah PT. BPS.
Sebagai pihak yang sah selaku pemenang lelang atas tanah tersebut, Hartono bertindak bedasarkan kuasa dari kliennya PT BPS. Untuk mengajukan permohonan eksekusi pengosongan terhadap lahan dimaksud ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
"Selaku pemohon, kami telah melakukan pembayaran biaya eksekusi pengosongan lanjutan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat, senilai Rp 1 milyar lebih, pada tanggal 24 Oktober 2018 lalu," ujar Hartono sambil mengatakan bahwa eksekusi pengosongan lahan tersebut tidak 100% beres. Karena yang sebagian lahan itu, seluas 273 M2 masih dikuasai masyarakat, imbuhnya.
Ironisnya, selaku kuasa hukum pemenang lelang, Hartono merasa dipermainkan, karena majelis hakim, Bambang Budi Mursito SH, telah memproses gugatan dengan perkara No: 767 tersebut dan mengabulkan gugatan penggugat.
"Ini sangat mengerikan, karena hakim mengabulkan penggugat sebagai Legal Standing. Padahal tidak ada Surat Keterangan Waris (SKW) bahwa penggugat sebagai pewaris. Selain itu pemilik asal dari tanah tersebut yang jumlahnya 4 orang yang mengusai lahan selama 20 tahun juga tidak pernah komplen," kata Hartono.
Sebab, orang yang mengaku cucu H. Sanen ini dari istri yang keberapa? Istri sah atau siri? Karena kata Hartono dia tidak pernah menunjukan Surat Keterangan Waris (SKW) tersebut.
Berdasarkan SHM No: 808 Tegalalur tersebut, eksekusi pengosongan belum selesai dan belum dicabut berdasarkan berita acara sita eksekusi No: 08/2028/Eks.Jo NO: 646 /28/2017 tanggal 6 Agustus jo penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat NO: 08/2018 Eks.jo NO: 646/28/2027, tanggal 30 Agustus 2018 dan seterusnya.
Menurut Hartono selaku majelis hakim, Bambang Budi Mursito SH tersebut, tidak mengahargai Ketua PN Jakarta Barat yang telah mengeluarkan Surat Eksekusi Pengosongan lahan sebelumnya.
Lapor ke MA
Berdasarkan hal itu, majelis hakim dalam perkara perdata No: 767 tersebut, telah dilaporkan Hartono ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung pada 20 Januari lalu. Karena diduga telah melakukan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim.
Surat leporan tersebut mendapat respon dari Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Dr Andriani Nurdin. Karena dalam suratnya Andriayani meminta klarifikasi kepada Ketua PN Jakarta Barat atas kasus tersebut.(bh/ams) |