JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta menolak dua pasangan calon gubenur-calon wakil gubenur (cagub-cawagub) yang maju melalui jalur independen. Pasangan calon independen tersebut, yakni Mulyo Wibisono-Ngadisah dan Dedi Iriyanto-Atma Sanjaya. Mereka dianggap tidak lengkap persyaratannya.
Penyerahan itu dilakukan mereka kepada anggota KPU DKI, Jamaluddin di aula Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (8/2). Namun, pasangan tersebut terpaksa ditolak, karena tidak membawa persyaratan yang telah ditetapkan bagi cagub-cawagub jalur independen. Satu di antaranya adalah berkas dukungan berupa nama, fotokopi KTP, dan tanda tangan.
Selanjutnya, pasangan kedua yang juga dari jalur independen, Dedi Iriyanto-Atma Sanjaya yang mendaftarkan diri, juga harus ditolak KPU DKI. Pasalnya, lagi-lagi pasangan kedua ini tidak membawa secara lengkap lengkap persyaratan yang diperlukan dan belum juga dirangkap tiga.
Menurut anggota KPU DKI, Jamaludin, kedua pasangan ini sudah membawa berkas dukungan, tetapi masih belum lengkap dan jelas. “Memang sudah ada nama, fotokopi KTP dan tanda tangan dari pendukungnya. Sayangnya belum disusun berdasarkan per kelurahan. Masih acak-acakan. Jadi kami minta untuk diperbaiki datanya per kelurahan dan dirangkap tiga,” jelasnya.
Sementara Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta, Juri Ardiantoro mengatakan, setelah menghitung dari total jumlah penduduk DKI Jakarta, jumlah dukungan minimal yang harus diserahkan kepada KPU Provinsi DKI oleh cagub dan cawagub independen minimal sebanyak 407.345 warga. Dukungan harus dibuktikan dalam bentuk daftar nama, tanda tangan, alamat fotokopi KTP dan dokumen lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan. Berkas itu harus disusun per kelurahan dan dirangkap tiga.
Syarat Minimal
Setelah menerima berkas dari para pasangan calon independen, Juri menyatakan petugas KPU Provinsi DKI yang akan menerima, memeriksa dan mengadministrasikan dokumen tersebut. Jika sudah memenuhi syarat minimal, kemudian akan diserahkan kepada petugas KPU Provinsi DKI yang ada di kelurahan dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk diperiksa satu per satu.
“Petugas kami akan tanya satu per satu apakah benar mendukung pasangan cagub dan cawagub tersebut. Kalau si pendukung menyatakan iya, kami catat. Kalau tidak menyatakan mendukung, kami siapkan berita acara yang menyatakan dia tidak mendukung. Setelah itu, kami akan hitung hasilnya, apakah masih memenuhi syarat jumlah minimal atau tidak,” paparnya
Dalam kesempatan terpisah, Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Muhammad Taufik mengatakan, untuk meminimalisasi kecurangan pendaftaran cagub-cawagub indepenen, pihaknya akan mengawasi secara ketat proses verifikasi hingga proses tersebut berakhir. "Kami akan mengawasi kinerja KPU dalam proses verifikasi jumlah dukungan tersebut yang dilakukan secara manual," tegasnya.
Apalagi, lanjut Taufik, proses verifikasi yang dilakukan, tak diumumkan ke masyarakat. "Proses ini kurang sosialisasi, karena hanya dipanggil satu per satu. Misalnya di kelurahan itu ada 2.000 orang yang mau diverifikasi, petugas KPU hanya ada tiga di tiap kelurahan. Hal ini sangat rawan kecurangan,” jelas dia.
Taufik merasa pesimis dengan kinerja PPS KPU DKI tingkat kelurahan, kalau tidak diawasi secara ketat. Pasalnya, warga Jakarta mengurus KTP saja malas, apalagi harus menghadiri proses verifikasi Cagub DKI independen. "Dari 267 kelurahan di Jakarta, saya tidak bisa temukan tempat yang bisa menampung 2.000 orang di masing-masing kelurahan itu. Makanya kami siapkan 20 orang di tiap kelurahan untuk mengawasinya,” tagsnya.
Perlu diketahui, cagub jalur independen Mulyo Wibisono merupakan pensiunan jenderal bintang satu TNI AL. Ia tercatat sebagai warga Duren Sawit, Jakarta Timur. Sedangkan pasangannya, Ngadisah, merupakan warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ia merupakan pensiunan pegawai negeri sipil dengan jabatan terakhir sebagai staf khusus Kemendagri. Sementara Dedi Iriyanto dan Atma Sanjaya diketahui berlatar belakang swasta.(dbs/bjc/irw)
|