Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Nusantara    
Proyek Kereta Cepat
Dr Noorsy: Batalkan KAC Jakarta-Bandung Perbudakan Modern!, Eksistensi Bangsa Tergadaikan
2018-12-25 15:20:50
 

Tampak Ekonom Senior, Dr. Ichsanuddin Noorsy, BSc, SH, MSi saat menjadi narasumber diskusi yang digelar NSEAS di Jakarta, Senin (24/12).(Foto: BH /mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Proyek KA Cepat Jakarta-Bandung, proyek 'Business to business antara Badan usaha milik negara (BUMN) Indonesia dengan BUMN China yang dikerjakan konsorsium KCIC disinyalir kini 'Mangkrak'. Konon dari rencana awal yang akan rampung dalam kurun waktu 3 tahun atau pada tahun 2019 mendatang, semenjak Presiden Joko Widodo melakukan 'Groundbreaking' pada 21 Januari 2016 lalu tidak akan tercapai target waktu tersebut.

Ekonom Senior, Dr. Ichsanuddin Noorsy, BSc, SH, MSi angkat bicara dengan berpandangan bahwa proyek KA Cepat Jakarta Bandung sepanjang 142,3 kilometer dengan 4 (empat) stasiun hanya menguntungkan segelintir kalangan saja.

"Maka semestinya bukan ditolak, harusnya proyek KAC Jakarta-Bandung dibatalkan saja," ungkap Noorsy menjelaskan, saat menjadi salah satu narasumber di sesi diskusi publik bertajuk, 'Pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung : Mangkrak atau Batal' yang digelar oleh Lembaga Network for South East Asean Studies (NSEAS) di bilangan Cikini. Jakarta pada, Senin (24/12).

Turut hadir narasumber selain Ichsannudin Noorsy, pantauan pewarta BeritaHUKUM.com di lokasi diskusi; Sri Bintang Pamungkas, Syahganda Nainggolan, Amir Hamzah, Ramli Kamidin, Salamudin Daeng, serta Hidayat Matnoer dengan ratusan para tetamu undangan dari kalangan akademisi, tokoh masyarakat, seniman, dan publik.

Lanjut Noorsy mengingatkan, saat menelaah kebijakan Infrastruktur, sarat nampak seperti sistem 'perbudakan modern'.

Untuk itulah, "mesti berpacuan pada politik luar negeri bebas aktif, pedoman tolak ukurnya. Intinya, Indonesia tidak ingin diinjak injak barat, dan juga diinjak injak China," ungkapnya.

Padahal pada hakekatnya tidak ada satupun negara membangun infrastuktur Kereta Api Cepat di dunia tanpa Nasionalisme, menurut Noorsy yang juga pernah mengkaji studi per-Kereta Apian di dunia.

Semisalnya saja, Jerman yang dikenal dengan produk Siemens-nya, Perancis Kemudian disusul Scotlandia, lalu Amerika Serikat digagas Obama tahun 2006-2007, sepanjang 350 km kereta Api Boston- New York- Philadelpia - Washington yang sudah mumpuni menguasai pengetahuan tekhnologi tersebut.

Ekonom Noorsy juga menyampaikan, kereta api cepat tidak hanya ditelusur kepentingan dari sisi pada modal transportasi saja, namun ini bisnis properti, utaranya. Sementara, bila menelisik menjauh properti-properti di kawasan area Subang, Purwakarta, Cikarang itu Industrinya siapa?, timpalnya.

Padahal, kemuka Noorsy bahwa eksistensi suatu bangsa tergantung pada properti, baik mecakup tanah, air dan udaranya. Dalam hal ini, Noorsy mengkritisi, proyek KAC Jakarta-Bandung, pembangunannya untuk 'mereka', bukan membangun untuk bangsa Indonesia.

"Dibayarkan oleh bangsa Indonesia, bukan dinikmati oleh bangsa Indonesia," cetusnya.

"Kita tidak punya harga diri, tergadaikan kepentingan demi harta dan tahta. Eksistensi bangsa Indonesia, khususnya Jawa Barat dan Jakarta tergadaikan," tudingnya lagi.

"Hingga menghasilkan KAC tidak layak seperti ini, ini tidak bisa ditolak namun dibatalkan. Semakin jelas ini, mana dengan hutang banyak pula," tegas Noorsy yang dikenal sebagai ekonom kritis dan berani dalam menyikapi kebijakan pemerintah yang dipandang keliru.

Investasi KAC Jakarta-Bandung yang awalnya sebesar US$ 5,5 miliar kemudian naik US$ 6,01 miliar, lanjut Noorsy menengarai, seraya mempertanyakan apakah ini ada kerangka politiknya? Mengapa bisa mencapai US$ 6,01 miliar malahan," tanya Noorsy.

Soalnya, Noorsy sedari awal sudah menilai investasi per-kereta apian Jakarta-Bandung ini sangat mahal. Diawali membangun permukiman, perindustrian sebesar 1.300 hektare, lalu kemudian didapat lahan PTP VIII Walini.

"Begitu bodohnya membahas visibilty studies per-kereta apian. Padahal sedang membangun eksistensi bangsa lain di negara kita," kemukanya.

Seperti, sambung Noorsy mengingatkan seraya mengutip pernyataan yang pernah dituangkan salah seorang tokoh Proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia, Bung Karno (1964) '...Akhirnya mendjadi satu koeli diantara bangsa bangsa' Een natie van koelies, en enn koeli onder de naties." sebutnya.

"Bodoh lagi ialah mau membayar. Ditambah lagi mau menjadi budaknya," tukas Noorsy.(bh/mnd)



 
   Berita Terkait > Proyek Kereta Cepat
 
  KPK Sarankan Mahfud Buat Laporan Dugaan Korupsi Proyek Kereta Cepat
  Digugat Gegara Berita Utang Kereta Cepat, KompasTV Cari Solusi ke Dewan Pers, Forum Pemred dan AJI
  Legislator Sesalkan Tambahan PMN Rp3,2 T untuk Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
  KNKT dan Kepolisian Harus Lakukan Investigasi Anjloknya Kereta Konstruksi KCJB
  Legislator Sayangkan Minimnya Kajian Mengenai Proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung
 
ads1

  Berita Utama
Purbaya Curiga Ada Rp 285,6 T Uang Pemerintah Pusat di Simpanan Berjangka

Kontingen Atlet Senam Israel Tak Diizinkan Masuk ke Indonesia, Ini Penjelasan Menko Yusril

Aliansi Masyarakat Simalungun Tolak Soal Klaim Tanah Adat dan Mendesak Konsistensi Pemerintah

Prabowo di Sidang PBB: Indonesia Siap Kerahkan 20.000 Orang untuk Perdamaian Gaza

 

ads2

  Berita Terkini
 
Ratusan Siswa di Yogakarta Keracunan MBG, Wali Kota Hasto Telepon Kepala BGN

Kepengurusan Partai Ummat Kubu Amien Rais 'Digugat' Para Kader Sendiri

Drama Hukum Tak Berujung, Putusan Final MA Ternyata Dapat Ditambah

KPK Sarankan Mahfud Buat Laporan Dugaan Korupsi Proyek Kereta Cepat

Purbaya Curiga Ada Rp 285,6 T Uang Pemerintah Pusat di Simpanan Berjangka

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2