BANDUNG, Berita HUKUM - Pada beberapa sidang sebelumnya, Buni Yani pernah bersumpah dan bersedia dilaknat Allah jika terbukti memotong video mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, saat berkunjung ke Kepulauan Seribu.
Tetapi pada sidang hari ini, Selasa (31/10), dalam sidang beragenda duplik yang digelar di gedung Arsip, Jalan Seram, Bandung, Selasa (31/10), Buni melakukan mubahalah atau sumpah. Buni bersumpah di hadapan majelis hakim dan pengunjung sidang. Ia bersumpah tidak memotong video seperti yang didakwakan jaksa kepadanya.
Setelah pembacaan duplik oleh penasihat hukum, Buni Yani diberikan kesempatan menyampaikan sesuatu.
Kemudian, Buni Yani meminta izin kepada majelis hakim.
Ia mengeluarkan sebuah kitab suci Alquran, memegang dan memposisikan kitab suci tersebut di atas kepalanya.
Buni Yani kemudian mengucapkan sumpah.
"Demi Allah saya tidak memotong video! Kalau saya memotong video, agar saya dilaknat Allah dan diazab sekarang juga!" ujarnya berseru.
Kemudian, beberapa pengunjung sidang pun berseru, "Allahu Akbar!"
Tidak hanya itu, ia pun menyerukan sumpah untuk orang yang menuduhnya memotong video.
"Dan kalau saya tidak melakukannya, mohon agar mereka yang menuduh saya diberikan azab dan dilaknat Allah!' serunya.
Kemudian, suara takbir dari pengunjung sidang pun kembali terdengar lebih keras.
"Allahu Akbar!" seru pengunjung sidang.
Setelah itu, kepada majelis hakim, ia mengungkapkan harapannya agar majelis hakim dapat memutus perkara secara adil.
Buni juga meminta majelis hakim membebaskannya. Sebab, berdasarkan fakta persidangan, Buni menilai dakwaan dan tuntutan jaksa tidak berdasar.
"Sebagai terdakwa dan setelah melihat fakta persidangan dan yang hadir di persidangan ini, saya meminta dibebaskan kepada majelis hakim yang memutuskan perkara ini," katanya.
Ia juga sempat curhat bahwa selama satu tahun perkara ini muncul, ia mengaku menderita.
"Ini menyangkut masa depan saya, yang sudah menjalani ini setahun, saya mengalami penderitaan yang luar biasa, dan keluarga saya mendapat penderitaan yang luar biasa pula," ujarnya.
Setelah memberikan kesempatan pada pihak Buni Yani dan JPU untuk menyampaikan sesuatu, majelis hakim pun menunda sidang.
Agenda sidang hari ini adalah pembacaan duplik oleh tim penasihat hukum Buni Yani.
Dalam dupliknya, penasihat hukum Buni Yani memberikan argumen untuk membantah replik dan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.
Sidang putusan akan digelar dua minggu lagi, Selasa (14/11) lalu.
Sementara, Pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian, meminta Majelis Hakim untuk membebaskan kliennya dari segala tuntutan karena replik yang disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) dianggap tidak jelas.
"Terkait replik kemarin sudah kita sampaikan selama persidangan bahwa apa yang ditanggapi oleh jaksa itu sangat tidak substantif, malah tidak menanggapi pledoi sama sekali," ujar Aldwin dalam persidangan lanjutan dengan agenda duplik, di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Selasa (31/10).
Aldwin mengatakan, banyak poin-poin yang tidak dijawab JPU dalam pledoi. Ia menyontohkan, dari 165 halaman pledoi yang disampaikan pihak pengacara, jaksa hanya menyampaikan 22 halaman. Ia menganggap, replik yang dibacakan hanya pengulangan dari pembacaan tuntutan.
Dengan pertimbangan itu, ia meminta agar majelis hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya terhadap Buni Yani.
"Apabila majelis hakim mempunyai pertimbangan lain, mohon memutuskan perkara yang seadil-adilnya. Semoga duplik ini dapat membantu majelis hakim memutus perkara secara adil," katanya.
Buni Yani dituntut hukuman 2 tahun bui atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ia diduga menyebarkan dan memotong video pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat berpidato di Kepulauan Seribu.(dbs/ (plt/ant/da/tribunnews/bh/sya) |