Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
Remisi
Denny Ngotot Mengajukan Kasasi Keputusan PTUN Terkait Remisi Koruptor
Saturday 10 Mar 2012 19:54:57
 

Wamenkumham Denny Indrayana (Foto: Ist)
 
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Permasalahan kebijakan Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengenai pengetatan pemberian Remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana kasus Korupsi . Nampaknya akan semakin memanas, pasalnya Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana tidak gentar menghadapi serangan balik terhadap kebijakan tersebut.

"Apa pun yang dilakukan, dipidana sekalipun untuk kebijakan ini, saya siap, kalau karena pembebesan bersyarat dan pengetatan remisi ini saya masuk penjara, mati pun saya siap," ujar Denny di Jakarta, Sabtu (10/3).

Denny berpendapat banyak cara yang dilakukan Koruptor dan kelompoknya agar perilaku koruptif mereka tetap langgeng. Salah satu caranya, dengan melawan kebijakan antikorupsi melalui jalur hukum. "Di antaranya, uji Undang-Undang KPK melalui MK (Mahkamah Konstitusi), itu upaya melemahkan KPK. Lalu langkah hukum terhadap pribadi, kriminalisasi Pak Chandra dan Pak Bibit (mantan Wakil Ketua KPK -red)," katanya.

Denny menambahkan,pihaknya akan mempertahankan kebijakan tersebut karena sudah sesuai dengan PP no 28/2006 tentang Pengaturan Hak Warga Binaan itu. Serta tidak melanggar HAM. "Argumentasi yang selama ini mengatakan (kebijakan) ini sewenang-wenang, tidak berdasar', itu argumentasi yang menipu," tambahnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum tujuh terpidana Korupsi, Yusril Ihzal Mahendra menyatakan sikap Kemenkumham ini hanyalah untuk membentuk citra pemerintahan SBY akibat Panik dituding gagal memberantas Korupsi.

"Ketika langkah dikritik, rezim bukannya introspeksi malah menyerang balik menuduh kelompok kritis sebagai pro-koruptor, pembela koruptor dan bahkan memimpin Corruptor Fight Back. Padahal, yang dilakukan pengkritik esensinya bukanlah membela Korupsi, sebaliknya malah menelanjangi rezim yang telah gagal memerangi korupsi," katanya.

Bahkan Yusril menambahkan, rezim yang diduga kuat terlibat dalam praktik-praktik korupsi yang ingin mereka perangi. Lalu gagal secara esesnsi, sehingga penanganan korupsi kemudian dibelokkan menjadi serangan bersifat propaganda bermata dua.

"Di satu sisi, ingin menutupi kegagalan dan menunjukkan kepada rakyat bahwa mereka adalah kampiun Anti-Korupsi, dan di sisi lain memonjokkan lawan dengan menuduhnya untuk membangun stigma' sebagai Pro dan bahkan pembela Korupsi. Rezim yang mencoba bertahan dengan menggunakan propaganda Politik ala Hitler' dan Jozeph Goebbels, dalam sejarah tak pernah berhasil untuk bertahan," tegasnya.

Yusril secara berani menegaskan, mereka adalah penipu yang sebenarnya menggunakan kedok-kedok kekuasaan yang berlapis-lapis membela diri dari kegagalan."Namun suatu ketika, kedok-kedok akan terbuka, yang akhirnya akan mempermalukan mereka di hadapan rakyatnya sendiri," tegasnya.

Seperti diketahui, kebijakan pengetatan Remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana Korupsi kembali menjadi kontroversi setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan atas Surat Keputusan Pencabutan Pembebasan Bersyarat Kementerian Hukum dan HAM. Dalam amar putusan tersebut, ketujuh terpidana Korupsi selaku penggugat harus dibebaskan.

Mereka adalah; Tiga orang terpidana kasus suap cek pelawat pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) yaitu Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby Satrio Hardiwibowo Suhardiman, dan Hengky Baramuli; Dua orang terpidana kasus Korupsi PLTU Sampit yaitu Hesti Andi Tjahyanto, dan Agus Widjayanto Legowo; dan Dua orang lainnya terpidana kasus pengadaan alat Puskesmas keliling, yaitu Mulyono Subroto, dan Ibrahim.

Kemenkumham melaksanakan putusan provisi tersebut dengan membebaskan ketujuh penggugat yang didampingi Yusril sebagai Kuasa hukumnya itu. Meski demikian, Kemenkumham akan mengajukan Banding' atas pokok perkara putusan PTUN tersebut. Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menengarai, putusan tersebut berimplikasi lebih jauh jika tidak dilakukan Banding. Dikhawatirkan, dapat menjadi Yurisprudensi yang justru melonggarkan hukuman terpidana kasus kejahatan luar biasa lain disamping Korupsi. (dbs/rob/biz)



 
   Berita Terkait > Remisi
 
  175.510 Narapidana Terima Remisi Umum HUT Ke-78 Kemerdekaan RI, 2.606 Langsung Bebas
  Ratusan Koruptor Diganjar Remisi oleh Kemenkumham pada HUT RI ke-76
  Lebaran 2021, 1.067 Napi Lapas Klas I Cipinang Dapat Remisi Khusus
  12.629 Narapidana Nasrani Terima Remisi Khusus Momen Natal dan 166 Bebas
  Ada 80 Koruptor Dihadiahi Remisi Natal
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2