Rohingya DK PBB Tuntut Myanmar Akhiri Kekerasan Terhadap Rohingya 2017-11-08 09:45:03
NEW YORK, Berita HUKUM - Dewan Keamanan PBB menyerukan agar kekerasan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, diakhiri. Di sana, menurut para pejabat PBB, militer Myanmar melakukan pembersihan etnik.
Dalam pernyataan yang disetujui secara aklamasi termasuk oleh Cina, Senin (6/11), Dewan Keamanan PBB juga menuntut pemerintah Mynmar memberikan akses penuh kepada pekerja kemanusiaan.
Disebutkan DK PBB menyerukan kepada pemerintah Myanmar "untuk memastikan tidak ada lagi penggunaan kekuatan militer secara berlebihan di negara Bagian Rakhine, untuk mengembalikan pemerintahan sipil dan menegakkan hukum."
Tuduhan pemerkosaan dan pembunuhan
Selain itu, DK meminta Myanmar mengizinkan pengungsi pulang. Lebih dari 600.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh sejak akhir Agustus. Banyak di antara mereka mengaku ditembak, rumah mereka dibakar, dan perempuan serta anak-anak perempuan diperkosa.
Pernyataan DK PBB ini mencakup sebagian besar tuntutan yang terkandung dalam dalam rancangan resolusi usulan Inggris dan Prancis bulan lalu. Namun langkah tersebut ditentang keras oleh Cina yang merupakan pendukung junta militer yang berkuasa sebelumnya di Myanmar. Hak atas fotoMUNIR UZ ZAMAN/AFPImage captionPara pengungsi Rohingya di kamp Ukhia, Bangladesh, berebut bantuan makanan.
Kerusuhan terbaru di Rakhine dipicu oleh serangan di kantor-kantor polisi di beberapa lokasi di negara bagian itu. Pihak berwenang menuduh kelompok militan yang baru muncul, Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) bertanggung jawab atas aksi tersebut.
Banyak orang terbunuh dalam aksi militer yang digelar setelah sejumlah serangan terhadap kantor-kantor polisi, dan ada tuduhan luas bahwa desa-desa dibakar dan warga Rohingya terusir. Hak atas fotoNYUNT WIN/EPAImage captionPemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, baru berkunjung ke Rakhine pada awal November setelah kerusuhan pecah akhir Agustus.
Militer Myanmar mengatakan operasinya ditujukan untuk membasmi militan, dan berulang kali menyangkal menjadikan warga sipil sebagai sasaran.
Berbagai kelompok hak asasi manusia berusaha menekan PBB untuk mengambil tindakan keras terhadap Myamnar, termasuk sanksi dan embargo senjata, sebagai salah satu cara untuk mengatasi salah satu krisis akut HAM di dunia, lapor wartawan BBC di New York, Nada Tawfik.(BBC/bh/sya)
PT. Zafa Mediatama Indonesia Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359 info@beritahukum.com