JAKARTA, Berita HUKUM - Selepas sidang vonis Rudi Rubiandini mantan ketua SKK Migas, langsung disusul dengan agenda sidang vonis Deviardi mantan pelatih Glof Rudi Rubiandini, Ia di vonis 4 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan diruang dan tempat yang sama dengan Rudi Rubiandini yang di sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Deviardi dinyatakan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait kasus Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas).
"Menyatakan terdakwa Deviardi telah terbukti secara hukum bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang, sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo pasal 65 ayat (1) KUHP, sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer pertama. Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo pasal 65 ayat (1) KUHP, sebagaimana dalam dakwaan kedua. Pasal 3 UU No.8 tahun 2010 tentang TPPU, sebagaimana dalam dakwaan ketiga," kata Hakim Ketua, Matheus Samiaji saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (29/4).
Terdakwa Deviardi dinyatakan melakukan atau turut serta melakukan serangkaian perbuatan kejahatan, berupa menerima hadiah atau janji bersama-sama dengan terdakwa Rudi Rubiandini selaku eks Kepala SKK Migas.
Tidak hanya menerima sejumlah uang dari Widodo, Deviardi juga disebut sebagai perantara penerimaan uang dari Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri (KPI) Artha Meris Simbolon untuk Rudi Rubiandini sebesar US$ 522,500.
Namun, tidak hanya menerima sejumlah uang, jaksa juga menyatakan Deviardi membantu Rudi menyamarkan, menyembunyikan, mengalihkan dan mengubah bentuk harta milik Rudi yang diduga berasal dari tindak pidana.
Hakim anggota Ugo melanjutkan terdakwa sejak 11 Januari 2013 sampai 13 Agustus 2013, menyimpan uang US$ 772.500 dan 800.000 dolar Singapura, membelanjakan dan membayarkan Rp 3,679 miliar milik Rudi Rubiandini.
Kemudian, menempatkan uang US$ 300.000, mengalihkan Rp 300 juta, menukarkan mata uang asing mencapai Rp 2.989 miliar.
Menurut Andi Suharlis, semua itu dilakukan dengan tujuan menyembunyikan dan menyamarkan asal-usul uang yang berasal dari Widodo dan Artha Meris. Penyamaran tersebut dilakukan Deviardi dengan memasukan uang US$ 250.000, US$ 22.500, US$ 50.000, US$ 200.000 dari Artha Meris Simbolon ke Safe Deposite Box (SDB) atas nama terdakwa pada Bank CIMB Niaga cabang Pondok Indah
Selanjutnya, terdakwa memasukan uang US$ 50.000 dari Iwan Ratman dalam
safety box atas namanya pada Bank CIMB Niaga cabang Pondok Indah.
Vonis ini juga sama dengan vonis Rudi Rubiandini dimana hakim mempunyai pendapat berbeda atau Dissenting Opinion yang sama dengan Rudi.
Ketua Majelis Hakim, Matheus Samiaji menyatakan perbedaan pendapatnya, yaitu terhadap Deviardi dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan kedua, yaitu melanggar Pasal 11 UU Tipikor.
"Dakwaan Pasal 11 UU Tipikor tidak tepat. Sehingga, terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan tersebut," ujar Matheus saat membacakan perbedaan pendapatnya.
Dalam pertimbangannya, Matheus mengatakan bahwa tidak nampak kepentingan dari Iwan Ratman, Gerhard Rumensser dan Yohannes memberikan sejumla uang kepada terdakwa selaku atasan mereka di SKK Migas.
Padahal, dalam Pasal 11 UU Tipikor, harus jelas kepentingan atau kemauan dari suatu pemberian hadiah atau janji, terkait dengan wewenang atau jabatan dari yang diberi.
Vonis ini masih lebih ringan dari tuntutan Jaksa, yang meminta Deviardi dijatuhi hukuman 5 tahun penjara, karena Deviardi dianggap sebagai justice collaborator.(bhc/put) |