JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang lanjutan terdakwa proyek pengadaan PLTS di Ditjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (P2MKT) Kemenaketrans tahun 2008, Neneng Sri Wahyuni menghadirkan saksi dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Selasa (22/1), di Pengadilan Tipikor Jakarta Selatan. Orang BPKP yang dihadirkan dalam sidang kali ini adalah Ruwaidah Afiyati. Dalam persidangan, ia menegaskan bahwa ada peran besar dari Neneng terkait kasus ini.
Secara formal, kata Ruwaidah, Neneng tidak ada nama Neneng, namun Neneng mempunyai peran besar. Hal itu terlihat dari konstruksi BAP para saksi dan bukti pengakuan. "Saya melihat mereka tidak bisa mencairkan uang tanpa tanda tangan (Neneng). Sehingga yang berperan menguasai keuangan PT Anugrah Nusantara termasuk rekening PT Alfindo adalah terdakwa," kata Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Ruwaidah Afiyati.
Sementara Arifin Hamid, Direktur Utama PT Alfindo Arifin Ahmad sebagai pemenang tender hanya berperan sebagai pembuka rekening Bank BRI, dan perusahaannya hanya dipinjam. Sementara pelelangan hingga pengerjaan yang melaksanakan adalah PT Anugrah Nusantara, bersama PT Sundaya Indonesia.
"Saat klarifikasi, Arifin mengakui perusahaannya hanya dipinjam oleh PT Anugrah Nusantara dan tidak terlibat sama sekali dari awal proses sampai realisasinya," ujarnya.
Afiyati menjelaskan saat menghitung kerugian menggunakan data sesuai kontrak dibandingkan dengan realisasi kegiatan dan juga proses pelelangan. BPKP juga telah melakukan klarifikasi terhadap orang-orang yang terlibat. Misalnya saja, panitia lelang, maupun perusahan pemenang. Dalam proses itu ditemukan bahwa Negara merugi Rp 2,7 miliar dari total proyek Rp 8,9 miliar tersebut.
Dalam dakwaan, Neneng telah memperkaya diri sendiri atau PT Anugrah Nusantara sebesar Rp 2,72 miliar. Neneng selaku Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara meminjam bendera ke PT Mahkota Negara, PT Nuratindo, dan PT Alfindo Nuratama untuk mengikuti lelang proyek PLTS.(bhc/din) |