Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
BNP2TKI
BNP2TKI Dianggap Tak Berperan, UU PPTKI Digugat
Saturday 06 Jun 2015 23:58:32
 

Ilustrasi. Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di Jl. Merdeka Barat no 6 Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10110‎.(Foto: BH/mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Fungsi dan kewenangan dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja (BNP2TKI) dinilai berlebihan. Hal inilah yang menjadi alasan PT Gayung Mulya Ikif dan dua orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menguji beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKI). Sidang perdana perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 61/PUU-XIII/2015 ini digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada, Kamis (4/6) di Ruang Sidang Pleno Mk.

Diwakili oleh kuasa hukumnya, Fachmi Bachmid, Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan adanya ketentuan Pasal 11 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 94 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) UU PPTKI. Pasal 94 ayat (2) dan Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) UU PPTKI menjelaskan tentang keberadaan, fungsi dan wewenang BNP2TKI menimbulkan ketidakpastian hukum. Secara yuridis yang memberikan perlindungan kepada TKI untuk bekerja di luar negeri (masa penempatan) baik TKI yang ditempatkan oleh BNP2TKI maupun oleh Pemohon I (PPTKIS), yakni Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsuler sehingga keberadaan BNP2TKI menimbulkan ketidakpastian hukum dan berakibat timbulnya penyalahgunaan kekuasaan. Dalam PP Nomor 3 Tahun 2013 yang diterbitkan oleh Kemenakertrans, dijelaskan yang memberikan perlindungan yakni perwakilan yang menurut Pasal 1 ayat (7) PP Nomor 3 Tahun 2013 adalah perwakilan diplomatik dan Perwakilan Konsuler Republik Indonesia yang secara resmi mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan Pemerintah Republik Indonesia secara keseluruhan di negara penerima atau pada organisasi internal.

“Dengan demikian BNP2TKI adalah lembaga yang tidak jelas keberadaannya. Apakah sebagai pelayan PPTKIS atau sebagai JTKI atau TKI ataukah sebagai badan yang mencari keuntungan (profit oriented). Fakta BNP2TKI sebagai wasit dan sekaligus sebagai pemain. Untuk itu fungsi dan wewenang BNP2TKI menimbulkan ketidakpastian hukum dengan Kementerian Tenaga Kerja dengan Kementerian Luar Negeri. Hal yang demikian sangat merugikan hak konstitusional Para Pemohon,” paparnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.

Pemohon menambahkan hak untuk mendapatkan kepastian bekerja terancam dengan keberadaan dari BNP2TKI mengakibatkan timbulnya penyalahgunaan kekuasaan atau setidak-tidaknya berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Sementara itu, Pasal 11 UU PPTKI yang mengatur tentang peran serta negara dalam penempatan TKI di luar negeri dinilai Pemohon merugikan pemohon. Hal tersebut karena Pemohon II dan III yang merupakan TKI tidak mendapatkan kepastian dalam menjalankan usaha penempatan TKI.

“Mengurangi, menghapus hak Pemohon selaku tenaga kerja migran untuk bekerja di negara Arab Saudi, Jordania, dan Kuwait. Kerugian konstitusionalnya, perjanjian pemerintah dengan badan hukum pengguna negara tujuan. Berpotensi TKI tidak mendapatkan perlindungan yang optimal. Sebab diskresi negara dalam hal memberikan perlindungan menjadi hilang. Dengan adanya keterikatan Pemerintah dengan perjanjian tersebut,” terang Fachmi.

Kemudian, ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 81 ayat (1) UU PPTKI telah melarang Pemohon I untuk menempatkan TKI informal/TKI domistik/PLRT serta Pemohon II dan Pemohon III sebagai TKI informal/domistik/PLRT dilarang untuk bekerja dan mencari nafkah di wilayah Timur Tengah, yakni negara Saudi Arabia, Kuwait, Yordania, Uni Emirates Arab, Oman dan Qatar. “Hal ini sebagaimana terbukti dengan adanya surat edaran dari kementerian tenaga kerja, yang memuat bahwa “pada tanggal 29 juli 2009 menghentikan penempatan ke negara Kuwait, pada tanggal 29 juli 2010 menghentikan penempatan tenaga kerja sektor domestik ke negara Yordania dan pada tanggal 23 Juni 2011 menghentikan penempatan ke negara Arab Saudi,” jelasnya.

Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon. “Menyatakan Pasal 11 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 94 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945,” katanya.

Saran Hakim

Menanggapi permohonan tersebut, Majelis Hakim yang juga dihadiri oleh Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dan Manahan MP Sitompul memberikan saran perbaikan. Palguna mempertanyakan jika pasal terkait penempatan dan perlindungan TKI dihapuskan, maka tidak ada aturan yang akan melindungi TKI. “Nah, sekarang kalau misalnya ini dihapuskan, ketentuan pasal-pasal yang sesuai dengan permohonan Saudara, itu bagaimana tentang perlindungannya?” jelasnya.

Sementara itu, Patrialis mempertanyakan kerugian konstitusional pemohon karena sebenarnya kerugian yang dialami pemohon lebih dikarenakan terbitnya PP Kemenakertrans yang dinilai membatasi ruang usaha dan mata pencaharian para pemohon. Ia mengungkapkan bahwa kasus yang dialami oleh Pemohon lebih disebabkan masalah penerapan norma.

“Pemohon ini perlu mempertegas kerugian konstitusional Para Pemohon ini, apakah diakibatkan oleh undang-undang ini, yang diuji ini, atau diakibatkan adanya 3 surat edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Di mana ketika surat itu pada intinya adalah melakukan penghentian sementara, jadi penghentian sementara pelayanan terhadap TKI ke daerah timur tengah. Ini perlu dipertegas, kalau dari permohonan Pemohon ini, ini kan nampaknya baik itu Pemohon 1 dan selanjutnya, Pemohon I itu tidak bisa melakukan pengiriman tenaga kerja karena adanya larangan ini. Jadi larangan itu bukan disebabkan oleh undang-undang, tapi disebabkan surat edaran,” tandasnya.

Majelis Hakim memberikan waktu 14 hari kepada para pemohon untuk memperbaiki permohonan. Sidang berikutnya mengagendakan perbaikan permohonan.(LuluAnjarsari/mk/bh/sya)



 
   Berita Terkait > BNP2TKI
 
  BNP2TKI Dianggap Tak Berperan, UU PPTKI Digugat
  WNI Peminat Pekerjaan di Luar Negeri Masih Tinggi
  BNP2TKI Tangkap Sarang Penampungan TKI di Asem Baris
  BNP2TKI Larang TKI Berangkat Tanpa Rekomendasi Kadisnaker
  Jumhur Hidayat: BNP2TKI Diundang Buka Stand Kongres Kadin Sedunia
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2