JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan aturan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) hanya satu kali bertentangan dengan UUD 1945. Demikian putusan Nomor 34/PUU-XI/2013 dibacakan oleh Ketua MK Hamdan Zoelva pada Kamis (6/3) kemain di Ruang Sidang Pleno MK.
“Mengabulkan permohonan para Pemohon. Pasal 268 ayat (3) KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Hamdan dalam sidang yang dihadiri oleh Mantan Ketua KPK Antasari Azhar sebagai Pemohon.
Dalam pendapatnya yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman, Mahkamah menjelaskan upaya hukum luar biasa PK secara historis-filosofis merupakan upaya hukum yang lahir demi melindungi kepentingan terpidana. Menurut Mahkamah, upaya hukum PK berbeda dengan banding atau kasasi sebagai upaya hukum biasa. Upaya hukum biasa harus dikaitkan dengan prinsip kepastian hukum karena tanpa kepastian hukum, yaitu dengan menentukan limitasi waktu dalam pengajuan upaya hukum biasa, justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang tentu akan melahirkan ketidakadilan dan proses hukum yang tidak selesai.
“Upaya hukum luar biasa bertujuan untuk menemukan keadilan dan kebenaran materiil. Keadilan tidak dapat dibatasi oleh waktu atau ketentuan formalitas yang membatasi bahwa upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali) hanya dapat diajukan satu kali, karena mungkin saja setelah diajukannya PK dan diputus, ada keadaan baru (novum) yang substansial baru ditemukan yang pada saat PK sebelumnya belum ditemukan,” urai Anwar.
Selain itu, lanjut Anwar, KUHAP bertujuan untuk melindungi HAM dari kesewenang-wenangan negara, terutama yang terkait dengan hak hidup dan kebebasan sebagai hak yang sangat fundamental bagi manusia sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945. maka dalam mempertimbangkan PK sebagai upaya hukum luar biasa yang diatur dalam KUHAP haruslah dalam kerangka yang demikian, yakni untuk mencapai dan menegakkan hukum dan keadilan.
“Menurut Mahkamah, pembatasan yang dimaksud oleh Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 tersebut tidak dapat diterapkan untuk membatasi pengajuan PK hanya satu kali karena pengajuan PK dalam perkara pidana sangat terkait dengan hak asasi manusia yang paling mendasar yaitu menyangkut kebebasan dan kehidupan manusia. Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, permohonan para Pemohon mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 268 ayat (3) KUHAP adalah beralasan menurut hukum,” ujarnya.
Dalam sidang tersebut, MK juga memutuskan tidak dapat menerima dua perkara pengujian KUHAP, yakni perkara yang diajukan oleh Andi Iskandar dan I Made Sudana.(Lulu Anjarsari/mh/mk/bhc/sya) |