JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto meminta kepada PT Pertamina untuk mengurungkan niat dan rencana Initial Public Offering (IPO) subholding ke publik. Terutama jika kajian tentang IPO tersebut belum dilakukan secara jelas dan matang.
"Pelaksanaan IPO kalau belum ada kajian yang lengkap saya minta dibatalkan saja rencananya sampai kajian selesai dilakukan dengan baik dan disampaikan ke publik secara terang benderang," ujar politisi Fraksi PKS ini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan PT Pertamina di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan Jakarta, Senin (29/6).
Rekan satu fraksinya di Komisi VII DPR RI Mulyanto di kesempatan berbeda mengatakan pemerintah harus berhati-hati melepas saham perusahaan subholding Pertamina di lantai bursa. Ia mengingatkan, subholding Pertamina yang membawahi puluhan anak perusahaan itu, mengelola bisnis strategis yang terkait hajat hidup orang banyak.
"PKS mengingatkan pemerintah, dalam hal ini Menteri BUMN, agar jangan terburu-buru melepas saham perusahaan subholding Pertamina. Karena, Bisnis yang dikelola subholding Pertamina bukan bisnis biasa, tapi bisnis yang terkait kebutuhan dasar rakyat Indonesia. Jadi harus dikaji secara cermat, bukan hanya dari sudut pandang kedaulatan ekonomi tapi juga dari sudut pandang ketahanan nasional,” ungkap Mulyanto melalui pesan singkatnya. .
Politisi dapil Banten III ini menjelaskan, pemerintah harus menaati amanah konstitusi dan aturan perundang-undangan yang berlaku, yakni UUD 1945, pasal 33 ayat 2. Dimana cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Sementara pada ayat 3 disebutkan, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Tidak hanya itu, Mulyanto juga mengutip UU No 2 Tahun 2001 tentang Migas pasal 4, ayat 1 yang berbunyi minyak dan gas bumi sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara.
"Jadi berdasarkan pertimbangan peraturan perundangan tersebut, PKS mendesak pemerintah untuk hati-hati dalam melepas saham perusahaan subholding Pertamina ke lantai bursa. Apalagi kalau nanti yang membelinya pihak asing. Ini dikhawatirkan mengganggu ketahanan energi bangsa ini. Jangan sampai obsesi pemerintah mendapatkan untung bagi perusahaan pelat merah itu, akan menjadi ancaman terhadap kepentingan bangsa yang lebih besar,”pungkasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Kardaya Wanika mengingatkan PT Pertamina agar tidak menabrak undang-undang dalam rencana menawarkan saham atau IPO subholding ke publik. "Mengenani IPO, jangan sampai Pertamina dalam melakukan kegiatannya menabrak aturan perundangan, dalam down stream untuk hajat hidup orang banyak sangat beda dengan komoditi yang lain," tambah Kardaya.
Menurutnya, Pertamina juga tak bisa serta merta mencontoh BUMN yang anak usahanya telah melakukan IPO seperti Pelindo II. Oleh karena itu pihaknya meminta Pertamina mengkaji kembali rencana tersebut.
Sementara, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menyatakan bahwa Initial Public Offering (IPO), yakni proses sebuah perusahaan untuk menawarkan sahamnya agar dapat dibeli oleh masyarakat umum melalui Bursa Efek untuk yang pertama kalinya yang akan dilakukan oleh PT Pertamina (Persero), adalah suatu keniscayaan yang apabila perusahaan pelat merah tersebut ingin menjadi perusahaan yang bertaraf internasional.
"Buat saya, IPO adalah sebuah keniscayaan, yakni sesuatu yang mau atau tidak pasti akan terjadi. Sebab, kalau Pertamina ingin menjadi world class players, itu tidak akan mungkin dengan dana sendiri. Apalagi dengan kebutuhannya yang begitu besar, seperti yang disampaikan dalam paparan Dirut Pertamina yakni sebesar 133 miliar dollar AS," ucap Eddy saat Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR dengan PT. Pertamina.
Menurutnya politisi Fraksi PAN ini, IPO itu harus terjadi, meskipun kapan waktunya nanti. Eddy mengatakan, bagaimanapun juga pemegang saham tidak akan mungkin injeksi modalnya secara terus menerus kepada Pertamina.
"IPO ini sejak dahulu telah menjadi wacana, tetapi karena pergantian dari Direksi Pertamina itu relatif cepat, maka hal ini berubah lagi. Sehingga akhirnya rencana yang sudah dijalankan cukup panjang itu akhirnya batal, berubah bentuk dan format namun tujuannya tetap IPO, tetapi tidak pernah terealisasi," ungkap legislator Fraksi PAN itu.
Ia berpendapat, Komisi VII DPR RI perlu diyakinkan bahwa kebutuhan dana Pertamina nantinya bisa dipenuhi melalui IPO. "IPO adalah salah satu cara untuk mendapatkan pendanaan. Kita perlu kepastian terhadap hal itu. Ini merupakan alternatif yang perlu ditempuh. Tetapi IPO ini pasti juga akan menyisakan pertanyaan terkait bagaimana Pertamina kedepannya. Sejak restrukturisasi ini diumumkan, Pertamina jadi apa sekarang," ujarnya. (dep/es/ayu) |