JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang pengujian UU No. 18/2003 tentang Advokat - Perkara No. 103/PUU-XI/2013 - digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (12/12) lalu. Pemohon adalah para advokat dan konsultan hukum dari Kantor Hukum “O.C. Kaligis & Associates”. Pemohon melakukan pengujian Pasal 2 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Mereka menganggap ketentuan tersebut telah membatasi hak para advokat untuk memperoleh pendidikan sebagai advokat.
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Advokat menyebutkan, “Yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang dilaksanakan organisasi advokat.” Organisasi advokat yang dimaksud Pemohon, dalam hal ini adalah Perhimpunan Advokat Indonesia atau Peradi.
Namun dalam praktiknya, ungkap Slamet Yuono salah seorang kuasa hukum Pemohon, Peradi justru merugikan Para Pemohon dengan menghentikan penyelenggaraan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) tanpa alasan yang jelas dan sewenang-wenang, meskipun dalam menyelenggarakan PKPA Pemohon bermitra dengan Peradi.
“Meskipun Peradi telah menandatangani perjanjian kerja sama pelaksanaan PKPA dengan O.C. Kaligis & Associates yang memberikan ijin kepada Pemohon untuk menyelenggarakan PKPA sebanyak tiga kali dalam setahun. Tetapi Pemohon dipersulit untuk menyelenggarakan PKPA untuk ketiga kalinya pada 2013,” urai Slamet Yuono, seperti yang dilansir situs mahkamahkonstitusi.go.id.
Dikatakan Slamet pula, pasal tersebut memberikan kewenangan mutlak bagi Peradi sebagai lembaga yang berwenang menyelenggarakan pendidikan advokat. Hal ini pula yang menyebabkan Pemohon tidak dapat menyelenggarakan pendidikan advokat tanpa seijin Peradi.
Berikutnya, kata Slamet, tanpa alasan jelas Peradi tidak melantik calon advokat yang telah memenuhi persyaratan untuk diangkat sebagai advokat.
“Sarjana hukum yang telah menempuh PKPA, lulus ujian advokat Peradi, magang di kantor advokat selama dua tahun dan telah berumur 25 tahun, tidak juga kunjung dilantik selama bertahun-tahun tanpa alasan yang jelas,” imbuh Slamet.
Selain itu, Peradi beberapa kali mengubah ketentuan mengenai penghitungan jangka waktu masa magang kantor advokat yang harus dijalani oleh calon advokat. Pada awalnya Peradi menentukan bahwa masa magang dihitung dua tahun sejak calon advokat melaksanakan magang pada kantor advokat.
“Juga, Peradi hingga saat ini belum melantik calon advokat untuk wilayah Banten tanpa alasan yang jelas. Padahal pada 2012 Peradi menyatakan akan melantik calon advokat wilayah Banten yang memenuhi syarat,” ucap Slamet.
Terhadap pembatasan hak para advokat tersebut, Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin Muhammad Alim, antara lain menasehati para Pemohon agar mampu mengelaborasi lebih tajam dan lebih rinci lagi mengenai hal apa saja yang jadi kerugian konstitusional dari para Pemohon.(Nan/mh/mk/bhc/sya) |