JAKARTA, Berita HUKUM - Sikap tokoh pro demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi dipertanyakan lantaran tak bersuara menanggapi pembantaian Muslim Rohingya di Myanmar yang tengah berlangsung saat ini.
"Dia peraih nobel perdamaian dan sempat mengalami sendiri intimidasi dan penindasan yang dilakukan junta militer. Mengapa sekarang diam saja?" tutur Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Prof. Nanat Fatah Natsir.
Dia menduga sikap diam Suu Kyi terhadap kejadian itu karena adanya agenda politik pemimpin oposisi Myanmar itu yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden.
Menurut dia, Suu Kyi takut tidak terpilih sebagai presiden bila membela suku Rohingya.
Mantan rektor UIN Sunan Gunungjati, Bandung itu mengecam sikap junta militer yang mengusir suku Rohingya dari Myanmar supaya pindah kewarganegaraan ke negara lain. Menurut dia, hal itu bertentangan dengan Piagam PBB dan ASEAN.
"Pengusiran dan pembantaian itu melanggar hak hidup suku Rohingya dan hak asasi manusia untuk beragama," ujarnya.
Karena itu, Nanat Fatah Natsir mendesak Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk segera mengambil sikap terhadap kejadian tersebut dengan mendesak PBB supaya menjatuhkan sanksi kepada Myanmar dan mengusut pembantaian tersebut.
"Kalau tidak segera diselesaikan persoalan itu akan menjadi panjang. OKI harus bicara untuk membela Muslim Rohingya," katanya.
Pemerintah Myanmar menolak mengakui suku Rohingya, yang dikatakan "bukan warga negara asli" karena dikategorikan sebagai "pendatang gelap".
Suku Rohingya dikatakan keturunan Muslim Persia, Turki, Benggala dan Pathani, yang masuk ke Myanmar pada Abad VIII.
PBB menyatakan diskriminasi yang berlangsung selama beberapa dasawarsa telah membuat suku Rohingya tidak memiliki negara.
Pemerintah Myanmar membatasi gerak mereka serta tak memberi mereka hak atas tanah, pendidikan bahkan layanan masyarakat.
Menurut laporan, hingga 28 Juni lalu 650 orang Muslim Rohingya meninggal selama bentrokan di wilayah Rakhine, Myanmar barat.
Tak kurang dari 1.200 orang hilang dan 80.000 orang lagi kehilangan tempat tinggal. (bhc/ant/rat)
|