Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Internasional    
Libya
Pemerintah Transisi Libya Tolak Pasukan Internasional
Thursday 01 Sep 2011 23:38:33
 

Pejuang Libya siap menyerang kota Sirte, basis pertahanan terakhir loyalis Moammar Khadafi (Foto: AP Photo)
 
TRIPOLI (BeritaHUKUM.com) – Pemerintah transisi Libia menolak gagasan untuk penempatan pasukan militer internasional di Libia dalam bentuk apapun. Perwakilan Libia untuk PBB, Ibrahim Dabbashi, mengatakan bahwa situasi di Libia adalah unik.

"Itu bukan perang saudara, bukan konlfik antara dua pihak. Itu antara rakyat yang mempertahankan diri melawan diktator. Mereka (PBB) menempatkan kemungkinan pengerahan pasukan penjaga perdamaian di lapangan namun faktanya krisis di Libia adalah unik," jelas Ibrahim seperti dikutip BBC, Kamis (1/9).

Sebelumnya, Ketua Dewan Transisi Nasional (NTC) Mustafa Abdul Jalil menegaskan, pihaknya sudah melakukan pembicaraan dengan pejabat NATO dan NTC memutuskan tidak diperlukan pasukan asing dalam menjaga keamanan di Libia. "Kami akan mempertaruhkannya pada kaum muda dan kami yakin bahwa pertaruhan itu akan menang," jelasnya.

Namun dia memperingatkan bahwa masalah Moamar Khadafi masih belum selesai. "Bahaya yang mengancam revolusi dan rakyat Libia masih tetap ada. Khadafi memiliki dukungan dan pengikut di dalam maupun di luar negeri," ujarnya.

Hingga saat ini keberadaan Khadafi masih belum diketahui. Sementara itu utusan khusus PBB untuk Libia, Ian Martin, mengatakan PBB memperkirakan akan diminta bantuan untuk membangun kepolisian Libia. "Kami tidak memperkirakan permintaan akan pengamat militer. Amat jelas kalau Libia ingin menghindarkan setiap bentuk pengerahan militer dari PBB atau yang lainnya," katanya.

Ian Martin menambahkan, tantangan terbesar bagi PBB adalah membantu negara itu menyiapkan pemilihan umum yang demokratis. Warga Libia tidak punya ingatan tentang pelaksanaan pemilihan umum sementara komisi pemilihan umum tidak ada. Libia juga tidak memiliki sejarah partai politik maupun masyarakat madani serta media yang independen. "Akan menjadi tantangan pengorganisasiannya dan jelas bahwa NTC mengharapkan PBB memainkan peran utama dalam proses itu," imbuh dia.

Sedangkan Sekjen PBB, Ban Ki-moon, mengatakaka bahwa masalah kemanusiaan yang semakin berkembang di Libia membuduhkan tindakan mendesak dan meminta agar Dewan Keamanan memberikan tanggapan atas permintaan dana dari pemerintahan sementara Libia.
Ultimatum NTC.

Pemerintah sementara Libia sudah memberikan ultimatum kepada pasukan pendukung Kolonel Muammar Khadafi untuk menyerah atau menghadapi kekuatan militer. Ketua NTC Mustafa Abdul Jalil mengatakan, ultimatum ditujukan kepada pendukung Khadafi di kota kelahiran Khadafi, Sirte, dan juga di kota-lota lainnya.

Dalam konferensi pers di Benghazi, Jalil mengatakan, jika hingga Sabtu 3 September tidak ada 'indikasi perdamaian' dari pasukan pendukung Khadafi untuk menyerah maka akan diputuskan tindakan militer.

Menlu Inggris William Hague menyambut baik penentuan batas waktu bagi kelompok pendukung Khadafi untuk menyerah. "Saya kira merupakan hal yang tepat untuk mengatakan kepada kekuatan yang masih setia kepada sisa-sisa rezim Khadafi bahwa ini merupakan kesempatan untuk meletakkan senjata, untuk mempertimbangkan situasinya."

Dia menambahkan bahwa Komite Sanksi PBB sudah menerima permintaan pemerintah Inggris untuk mencairkan aset senilai US$1,55 miliar dalam bentuk uang tunai Dinar Libia yang selama ini ditahan di Inggris.

Uang tersebut, tambah Hague, bisa digunakan untuk membantu mengatasi kebutuhan kemanusiaan. Pengumuman batas waktu agar pasukan Khadafi menyerah diisampaikan setelah istri dan ketiga anak Kolonel Khadafi mengungsi ke Aljazair. NTC menyebut hal itu sebagai agresi terhadap rakyat Libia namun pemerintah Aljazair menegaskan keluarga Khadafi diterima berdasarkan pada alasan kemanusiaan.

Tangkap Menlu
Dikabarkan pula, kelompok pejuang Libia, Kamis (1/9), telah menangkap Menlu Libia Abdelati al-Obeidi yang merupakan salah satu tokoh kunci di pemerintahan Moammar Khadafi. "Ya, Abdelati al-Obeidi telah ditangkap," tegas Mahdi al-Harati, Wakil Ketua Dewan Militer kelompok pemberontak. "Kami mendapatkan informasi dia ditangkap pada hari ini di dekat Janzur."

Obeidi menjadi Menteri Luar Negeri Libia setelah membelotnya Mussa Kussa pada 31 Maret. Banyak pejabat teras Libia meninggalkan rezim Khadafi setelah aksi demonstrasi pada pertengahan Februari meningkat menjadi perang saudara.

Sementarav itu, sejumlah putra Moamar Khadafi masih belum mau menyerah kepada pasukan tentara pemerintahan transisi yang telah menguasai ibu kota Libia, Tripoli. Putra kedua Khadafi, Saif al-Islam Khadafi, masih terus mengobarkan semangat para pendukung ayahnya dan menjanjikan kemenangan dalam pertempuran menghadapi tentara pemerintahan transisi.

Pernyataan Saif ini berlangsung di tengah ultimatum pimpinan Dewan Transisi Nasional, NTC, yang memintanya untuk menyerah. "Perlawanan terus berlanjut dan kemenangan sudah dekat," katanya lewat sebuah pesan suara yang disebarluaskan kepada para pendukung setia Khadafi.

Dalam pesannya, Saif juga memperingatkan konsekuensi yang akan dihadapi tentara transisi jika mereka tetap melancarkan serangan ke Kota Sirte. Di kota itu ada sekitar 20 ribu orang bersenjata siap mempertahankan kota.

Sebelumnya, putra Khadafi yang lain, Saadi, mengatakan bahwa dia telah diberikan kepercayaan untuk bernegosiasi dengan pemerintah sementara Libia untuk mengakhiri pertempuran di Libia. Namun tampaknya tawaran dan peringatan putra-putra Khadafi ini tidak akan dipedulikan oleh pemerintahan transisi Libia.

Sejumlah komandan pasukan di bawah NTC mengatakan mereka tengah bergerak mengelilingi Sirte-kota tempat Khadafi dilahirkan- dan sejumlah wilayah lain yang masih di bawah kendali para loyalis Khadafi. Kondisi terakhir di Kota Tripoli berada dalam keadaan stabil. Ancaman Saif al-Islam tersebut sebagai sesuatu yang tidak masuk akal.

Keluarga Khadafi muncul ke publik secara terpisah-pisah dan jika dilihat dari kondisi tersebut jelas kesan yang tertangkap adalah bahwa keluarga Khadafi berada dalam kondisi yang tidak siap untuk menerima kekalahan ini.(mic/sya)



 
   Berita Terkait > Libya
 
  Libya Hadapi Fase Kritis Setelah Berakhirnya Perang Saudara
  Aliansi Milisi Ambil Alih Bandara Tripol
  Bentrok di Benghazi, Libia, 38 Tewas
  Konflik Serius Terjadi di Parlemen Libia
  PM Libia Turun Karena Serangan Milisi
 
ads1

  Berita Utama
Polri dan KKP Gagalkan Penyelundupan Benih Bening Lobster Senilai 19,2 Miliar di Bogor

Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

 

ads2

  Berita Terkini
 
Polri dan KKP Gagalkan Penyelundupan Benih Bening Lobster Senilai 19,2 Miliar di Bogor

Oknum Notaris Dilaporkan ke Bareskrim Polri atas Dugaan Penggelapan Dokumen Klien

Kuasa Hukum Mohindar H.B Jelaskan Legal Standing Kepemilikan Merek Polo by Ralph Lauren

Dewan Pers Kritik Draf RUU Penyiaran: Memberangus Pers dan Tumpang Tindih

Polisi Tetapkan 4 Tersangka Kasus Senior STIP Jakarta Aniaya Junior hingga Meninggal

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2