JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Dugaan politik uang dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat, pada 2010 lalu, mulai terkuak. Uang Rp 50 miliar mengalir dalam acara tersebut. Dana ini dikucurkan melalui PT Permai Group.
Hal itu terungkap dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Orang yang menyatakan ini adalah Direktur Keuangan perusahaan tersebut, yakni Yulianis, setelah dimintai keterangannya oleh Komite Etik KPK.
"Yulianis mengemukakan kepada saya berdasarkan data yang ada. Uang yang dibawa ke Bandung itu sekitar Rp 30 miliar atau 3 juta dolar AS dari kas perusahaan. Sementara ada juga tambahan dana dari sponsor sebesar 2 juta dolar AS," tutur Ketua Komite Etik KPK Abdullah Hehamahua kepada wartawan digedung KPK, Jakarta, Senin (12/9).
Namun, lanjut dia, pengakuan mantan anak buah M Nazaruddin di perusahaan Permai Group itu berbeda dengan pengakuan sang bos. Nazaruddin yang merupakan tersangka kasus dugaan suap wisma atlet itu, mengklaim uang yang dibawa ke Bandung mencapai Rp 50 miliar dan 7 juta dolar AS dari sponsor.
Meski begitu, Abdullah menilai pernyataan Yulianis lebih bisa dipercaya, mengingat ia memiliki data yang lengkap. Belakangan, Yulianis sempat mengundurkan diri dari jabatan wakil direktur keuangan di Permai Group. Namun, posisi Yulianis yang strategis tersebut membuat Nazaruddin terus mengancam, agar mau kembali bekerja. "Yulianis mengerti keuangan perusahaan. Nazaruddin sendiri sudah bilang bahwa yang mengerti keuangan adalah Yulianis," imbuh Abdullah.
Pada bagian lain, Abdullah mengatakan, komite akan meminta keterangan dari dua pimpinan KPK, yakni Haryono Umar dan Chandra M Hamzah pada pekan depan. "Senin depan baru diperiksa lagi karena ada (Komite Etik KPK) yang sedang keluar negeri. Kami akan lihat jadwal mereka (Haryono Umar dan Chandra M Hamzah)," ujarnya.
Mundurnya jadwal pemeriksaan ini, jelas dia, karena satu anggota Komite Etik KPK yakni Bibit Samad Riyanto sedang bertugas keluar negeri. "Pemeriksaan ditunda sepekan. Ini dilakukan, biar adil pemeriksaan pimpinan dilakukan sama-sama. Kami sudah sepakat pemeriksaan dilakukan secara kolektif kolegial," kata penasihat KPK tersebut.
Sebelumnya Abdullah mengatakan bahwa Komite Etik KPK tidak lagi membutuhkan keterangan Nazaruddin, kecuali jika mantan anggota Dewan itu memiliki alat bukti yang ingin diserahkan. "Dia janji kalau ada rekaman CCTV dia akan serahkan ke Komite Etik," ujar dia.
Sedangkan informasi pertemuan pimpinan KPK Chandra M Hamzah dan Deputi Penindakan Ade Rahadja dengan Nazaruddin, menurut Abdullah, sudah diperkuat dengan keterangan Nazaruddin sendiri. Namun, pihaknya merasa perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait kebenarannya tersebut. "Kecuali ada yang mau mengaku,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Nazaruddin mengaku pernah bertemu lima kali dengan Chandra M Hamzah dan pertemuan terakhir terjadi di rumahnya yang diketahui pula oleh Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman.
Bahkan, pengakuan Nazaruddin ini dibenarkan Benny, usai memenuhi panggilan Komite Etik KPK bebarapa waktu lalu. Saat itu, Benny membenarkan pertemuan tersebut, karena dirinya juga hadir di sana namun terlambat, karena itu tidak tahu pembicaraan apa yang telah terjadi di antara Nazaruddin dan Chandra.(mic/spr)
|