BANDA ACEH, Berita HUKUM - Dalam kehidupan bernegara, kita harus mentaati peraturan dan perundang-undangan pemerintah pusat, termasuk Aceh dalam pembahasan Qanun nomor 3/2013 tentang Bendera dan Lambang, tegas Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH, Sabtu (6/4).
Katanya, Aceh sudah sepakat di dalam MoU Helsinki bahwa perdamaian Aceh itu dalam bingkai NKRI di bawah konstitusi Indonesia. Dan menurutnya yang diarahkan oleh Mendagri itu sesuai konstitusi. "Saya kira kalau pemerintah Aceh itu melawan konstitusi itu namanya makar, dan ini harus ditindak tegas," ungkapnya.
Seperti yang dilangsir beberapa media terbitan lokal maupun nasional, ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Tgk. Adnan Beuransyah mengungkapkan, bahwa ia lebih baik dicincang jika bendera dan lambang dirubah. Selain itu, pemerintah Aceh juga mengungkapkan akan melakukan referendum jika Qanun nomor 3/2013 tidak disahkan oleh Mendagri.
Dalam hal ini, YARA menilai ungkapan tersebut sangat tidak baik, dan dapat mengundang konflik baru di Aceh. Karena, jika Aceh kembali terjadi konflik, maka rakyatlah yang menjadi sasarannya dan yang sudah menjadi korban pun sampai sekarang tidak mendapat apa-apa
Tambahnya, dalam perjanjian MoU di Helsinki sudah jelas bahwa GAM-RI sudah berdamai, dalam pasal-pasal di perjanjian tersebut dijelaskan bahwa Aceh boleh memiliki bendera dan Lambang, namun tidak boleh menggunakan atribut-atribut yang berbau separatis.(bhc/sul) |