JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyesalkan sikap Bupati Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) Ferry Zulkarnaen yang terlambat melakukan pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) bagi PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) bernomor 188/45/357/004/2010 tersebut. Pasalnya, hal itu baru dilakukan, setelah menimbulkan korban jiwa dan material.
"Pencabutan ijin adalah wewenang pemberi ijin, yakni bupati. Jadi alasan Bupati khawatir adanya tuntutan hukum itu, tidak berasalan. Tapi yang kami sesalkan, mengapa pencabutan itu dilakukan setelah ada korban jiwa dan material," kata Direktur Eksekutif Walhi Berry Nahdian Forqan, seperti dikutip laman resmi situs organisasi ini, Minggu (29/1).
Seharusnya, menurut dia, Bupati Ferry harus memperhatikan keberatan masyarakat, sebelum mengeluarkan izin pertambangan itu. Pasalnya, keberatan masyarakat setempat dapat dijadikan alasan tidak keluarnya izin tersebut, karena usaha pertambangan berlangsung di dekat pemukiman mereka yang akan menganggu mata pencaharian utama sebagai petani bawang.
Alasan lain yang patut disesalkannya, imbuh Berry Nahdian Forqan, keterlibatan masyarakat tidak dimasukan sebagai bahan pertimbangan dalam penerbitan ijin tambang sebagaimana diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara (Minerba). Atas hal ini, Walhi masih menunggu putusan uji material (judicial review) dari Mahmakah Konstitusi (MK) mengenai pasal yang memberikan wewenang terhadap Pemerintah dalam memberikan izin pertambangan.
“Masyarakat sekitarnya juga berhak atas informasi lengkap tentang operasi dan dampak perusahaan pertambangan. Tapi hal itu kerap diabaikan pihak pemberi izin, yakni pemerintah. Makanya kami dan sejumlah organisasi lingkungan mengajukan permohonan uji material terhadap UU Minerba yang perlu mengatur persetujuan masyarakat dalam menentukan wilayah Pertambangan,” jelas dia.
Sebelumnya diberitakan, ribuan pengunjuk rasa melakukan demo yang berakhir dengan aksi anarkis. Mereka membakar gedung Bupati Bima dan kantor KPUD setempat. Massa juga membebaskan secara paksa puluhan tahanan yang berada di rutan tahanan Bima, yang telah dijadikan tersangka kasus bentrok di Pelabuhan Sape, pada akhir Desember 2011 lalu.
Aksi unjuk rasa yang berakhir anarkis itu, terkait dengan tuntutan pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) bernomor 188/45/357/004/2010 yang diterbitkan Bupati Bima Ferry Zulkarnaen secara permanen. IUP itu seluas 24.980 hektare yang mencakup wilayah Kecamatan Lambu, Sape, dan Langgudu.(dbs/wmr)
|