JAKARTA, Berita HUKUM - Wakil Ketua (Waket) DPR RI Kordinator Bidang Politik dan Keamanan Fadli zon berharap Majelis Hakim bisa memberikan keadilan dengan melihat fakta-fakta yang ada dalam pengadilan. Hal tersebut diungkapkannya saat menerima audiensi dari Buni Yani dan tim advokatnya di ruang rapat pimpinan DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (2/11).
"Kami menerima aspirasi, masukan, karena saya juga mengikuti kasus saudara Buniyani ini sejak awal. Tidak ada Case, ini hak setiap anggota masyarakat terhadap pejabat public, video itu pun sudah ditampilkan dalam ruang publik untuk menyebarkannya, tanpa suatu proses melalui pemotongan, kalau pun dipotong, selagi tidak ada perubahan makna, maka itu pun menjadi hak masyarakat ketika itu masuk dalam ruang publik. Namun saat ini kasus tersebut sudah masuk dalam proses hukum. Menjelang akhir dari sebuah proses hukum itu (vonis) saya berharap mudah-mudahan majelis hakim bisa memberikan keadilan itu dengan melihat fakta yang disampaikan dalam pengadilan. Karena pengadilan merupakan tempat mencari keadilan. Saya kira hakim bisa berbuat adil dalam hal ini," jelas Fadli zon.
Dilanjutkannya, ini merupakan ujian bagi sejarah penegakan hukum di Indonesia. Jika tidak ada keadilan dalam putusan nanti, maka akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum Indonesia. Terutama terkait hak-hak dari setiap warganegara yang sudah dijamin oleh konsitusi kita, hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan. Ini akan dilihat dalam beberapa minggu ke depan. Mudah2an saudara buniyani mendapat keadilan itu, begitupun dengan Tim Pembela yang sudah berjuang selama 1 tahun.
Fadli mengakui bahwa pihaknya tidak bisa melakukan sebuah intervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan, terlebih lagi menjelang vonis. Namun sebagaimana fungsi DPR yang salah satunya adalah fungsi pengawasan, maka pihaknya akan melihat proses hukum yang terjadi dalam kasus ini sebagai sebuah pengawasan terhadap proses penegakan hukum, pengawasan terhadap undang-undang, termasuk di dalamnya para pejabat publik.
Seharusnya, tambah Politisi dari Fraksi Partai Gerinda ini, hukum tidak menjadi satu alat kepentingan politik, alias tidak dikait-kaitkan dengan politik. Apalagi sampai memiliki motif tertentu, balas dendam misalnya. Ia berharap argumentasi-argumentasi ini juga bisa menjadi bagian dari pertimbangan-pertimbangan majelis hakim.
"Saya juga menyampaikan empati, sebagai anggota DPR, saya melihat tidak boleh ada sebuah kriminalisasi terhadap satu warga negara. Apalagi yang bisa mereduksi hak-hak warga negara yang sudah dijamin oleh konstitusi kita, UUD 1945. Ini suatu kasus yang harus kita tutup dengan keadilan. Mari kita lihat apa keadilan itu akan tetap ada atau justru sebaliknya. Vonis ini akan menentukan bagaimana proses penegakan hukum ke depannya," pungkasnya.
Sementara itu Tim Kuasa Hukum Buni Yani yang diketuai oleh Aldwin Rahadian mengatakan maksud kedatangannya ke pimpinan DPR RI, Fadli Zon selain untuk bersilaturahim serta menyampaikan proses hukum yang tengah berjalan dalam kasus hukum kliennya, Buni Yani yang sarat akan muatan politis.
"Awalnya Jaksa menjerat Pak Buni dengan pasal 27 dan 28 UU ITE No.11 Tahun 2008 terkait ujaran kebencian terhadap Ahok. Namun tiba-tiba, JPU menjerat pasal 32 dan pasal 48 UU ITE. Kemudian ada hal lain yang sangat mengagetkan kami, pernyataan resmi dari Jaksa Agung dalam Raker dengan DPR (dikutip oleh banyak media online) bahwa tuntutan 2 tahun terhadap klien kami, Buni Yani ini sebagai keseimbangan atas vonis Ahok. Ini semakin membuat kami yakin bahwa perkara Pak Buni ini sarat akan banyak variabel kepentingan. Muatan politisnya terlalu kental. Artinya motif balas dendam itu jelas terlihat," ungkap Aldwin.
Menurutnya, mungkin baru kali ini di Indonesia atau dunia, tuntutan requisitor Jaksa Penuntut Umum ini berdasarkan perkara lain yang tidak ada hubungannya sama sekali, yakni dengan alasan keseimbangan. Artinya JPU mengesampingkan fakta-fakta persidangan. Dari awal sudah dipersiapkan bahwa ini untuk keseimbangan.
"Ini sangat penting untuk dikritisi dan disampaikan ke pimpinan DPR RI, menjadi bagian diskusi kita, dan kajian kita bahwa proses penegakan hukum di negeri ini seperti itu," ujarnya.(ayu/sf/sc/DPR/bh/sya) |