JAKARTA, Berita HUKUM - Pesta demokrasi pencoblosan Capres Cawapres Republik Indonesia pada 9 Juli lalu telah usai, namun kini saatnya penghitungan suara syah hasil Pilpres 2014 sedang dilakukan oleh Tim penyelenggara KPU yang akan di umumkan pemenangnya pada, Selasa 22 Juli mendatang. Namun, ulah lembaga-lembaga survey quick count yang hanya menghitung sekitar 2.000 TPS saja, dari 478.685 TPS di seluruh Indonesia merilis hasil pemenangan berbeda-beda dan membuat polemik, masing-masing kubu saling mengklaim kemenangan. Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menuduga Saiful Mujani Research Center (SMRC) dan lembaga-lembaga survei yang memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) melakukan manipulasi data.
Kecurigaan tersebut berdasarkan analisis yang dipresentasikan kepada para wartawan di Djoko Santoso Center, salah satu pos pemenangan kubu Prabowo-Hatta di kawasan Menteng, Minggu (13/7). Dalam sesi tersebut, tim Prabowo-Hatta menggandeng pakar matematika dan TI, Tras Rustamaji.
Rustam menyampaikan sejak hari pemilihan pada 9 Juli, dia dan kawan-kawannya sudah yakin ada yang salah dengan data quick count yang ditampilkan SMRC pada laman mereka. Semula Rustam hanya membagi temuannya atas kejanggalan tersebut di media sosial.
Akhirnya relawan Prabowo-Hatta memintanya untuk menjabarkan analisisnya tersebut kepada media massa dan publik luas. Dalam kacamata Rustam, ada sejumlah kecacatan olah statistik SMRC. Pertama ada perubahan data secara drastis yang membalikan posisi Jokowi-JK yang sebelumnya di bawah akhirnya menyalip dan memimpin.
"Sejak pukul 11.30 sampai dengan 13.05 data terlihat wajar dengan posisi Prabowo-Hatta memimpin 52,09 persen. Saat itu sebenarnya kurva sudah mulai stabil. Tiba-tiba pada pukul 13.19 terjadi graphic refresh dan hasilnya berbalik 180 derajat di mana Jokowi-JK menjadi unggul 52,7 persen atau naik pesat 5,64 persen," kata Rustam memaparkan temuannya melalui layar.
Padahal menurut Rustam, data hanya bertambah 3,87 persen. Rustam berasumsi hal tersebut tidak mungkin, mengingat selama 14 menit posisi grafik berbalik untuk keunggulan Jokowi-JK, dibutuhkan 73 persen suara untuk Jokowi-JK dan 27 persen untuk Prabowo-Hatta dari 156 data TPS yang masuk.
"Itu tidak mungkin ketika saya cek, kantung-kantung kemenangan Jokowi-JK dengan perolehan di atas 70 persen, seperti Bali dan Sulwesi Selatan sampelnya tidak mencukupi untuk memenuhi 156 TPS," ujar Rustama.
Seharusnya, garis Jokowi mendahului Prabowo terlihat pada grafik stabilitas suara quick count. Namun Tras Rustamaji ( @rustamaji ) melaporkan adanya kejanggalan pada grafik SMRC.
Dia memantau pergerakan quick count SMRC melalui website Komunigrafik http://www.komunigrafik.com/pilpres2014/stabilitas.php). Website ini memang menampilkan grafik pergerakan quick count SMRC secara resmi dari SMRC.
Namun pada pukul 14.44 WIB, Tras Rustamaji melihat grafik persilangan Jokowi terhadap Prabowo menghilang dari Komunigrafik. Dia memaparkannya di Twitnya pada 9 Juli 2014, pukul 15.28 WIB.
Menurut Tras Rustamaji, pada pukul 13.09 WIB, grafik SMRC di Komunigrafik masih menampilkan adanya persilangan garis Jokowi dengan Prabowo. Ia memaparkannya di Twitnya pada 9 Juli 2014 pukul 15.25 WIB.
Kecurigaan Rustam menguat setelah grafik yang dia kritik di laman SMRC kemudian diganti agar terlihat normal sekitar pukul 01.00 WIB dini hari. "Itu teman saya yang memberi tahu, mereka mungkin membaca catatan kritik saya. Ujungnya, hari ini situs mereka tidak bisa dibuka," kata Rustam sambil memperlihatkan laman SMRC yang tak bisa diakses di layar.
Hilangnya data historis dan garis persilangan Jokowi terhadap Prabowo menjadi perbincangan hangat di Twitter. Akun Twitter pribadi Saiful Mujani (@saiful_mujani), pemilik SMRC hanya berkomentar "Apanya yang perlu diklarifikasi" ketika ditanya oleh akun Twitter lainnya mengenai kejanggalan tersebut.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu melalui akun Twitternya (@saididu) pun ikut mengomentari kejanggalan grafik quick count SMRC tersebut. Dia meminta dilakukan audit terhadap lembaga-lembaga survei yang melangsungkan quick count, termasuk SMRC.
Sementara sejumlah perbincangan di Twitter dan Facebook menyebut hilangnya garis persilangan Jokowi terhadap Prabowo menunjukkan adanya utak-atik pada sistem database SMRC, yang terindikasi terkait dengan upaya memanipulasi data dalam rangka memenangkan Jokowi–JK di quick count. Apalagi, SMRC kini memutus koneksi sistem database-nya dengan Komunigrafik karena kejanggalan tersebut.
Tak hanya SMRC, Rustam menyatakan bahwa lembaga-lembaga survei lain yang mengunggulkan Jokowi-JK, seperti LSI dan Poltracking juga diduga melakukan praktik sejenis. Atas temuan tersebut anggota tim pemenangan Prabowo-Hatta dari Djoko Santoso Center Primawira akan membawa kasus tersebut ke pihak Bawaslu dan Kepolisian.(citra/ROL/yeh/inilah/am/bhc/sya) |