Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
UU MD3
Urgensi Perubahan UU 27 Tahun 2009 Tentang MPR DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3)
Thursday 26 Jun 2014 21:09:26
 

Ilustrasi. Anggota Dewan saat bersidang di Gedung DPR RI Jakarta.(Foto: BH/put)
 
Oleh: Mardisontori    

Pembahasan RUU MD3 atas perubahan UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD antara Panitia Khusus (Pansus) DPR dan Pemerintah memasuki tahapan panitia kerja (Panja). Saat ini Pansus DPR bersama pemerintah melakukan pembahasan terhadap pasal-pasal krusial perubahan UU MD3. RUU ini merupakan usul inisiatif DPR yang disusun oleh Badan Legislasi DPR. Meskipun anggota masa keanggotaa DPR akan berakhir pada bulan September tahun ini, mereka masih bersemangat untuk menyelesaikan RUU MD3 untuk disahkan menjadi Undang-Undang sebelum anggota baru hasil Pemilihan legisaltif 2014 dilantik pada tanggal 1 Oktober 2014.

RUU MD3 dibentuk setidaknya atas tiga pertimbangan yaitu: Pertama, UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Kedua, untuk melaksanakan kedaulatan rakyat tersebut, perlu diwujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah yaitu MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat, termasuk kepentingan daerah, agar sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketiga, UU No 27 Tahun 2009 tentang MD3 yang saat ini masih berlaku dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu diubah. Namun demikian apa yang menjadi urgensi perubahan sehingga UU MD3 harus direvisi?

MPR
Setelah amandemen ke-4 UUD NRI Tahun 1945, kedudukan MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat yang merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara dihapus. MPR tidak lagi memegang kekuasaan tertinggi dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.

Isu krusial mengenai MPR dalam RUU MD3 yaitu Penambahan tugas MPR. RUU MD3 menambah 1 (satu) tugas MPR yakni memasyarakatkan ketetapan MPR yang masih berlaku. Selanjutnya, RUU ini mengatur bahwa pengelolaan anggaran MPR perlu dilaporkan kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi atas pengelolaan anggaran yang bersumber dari APBN.

Perubahan lain adalah tata cara pemilihan dan penggantian pimpinan MPR. Sebagai tindak lanjut dari putusan MK nomor 117/PUU-VII/2009 yang yang menyebabkan sistem 1 paket dan representasi fraksi tidak sejalan dengan Konstitusi sehingga perlu dilakukan rekonstruksi kembali terhadap ketentuan tentang tatacara pemilihan Pimpinan MPR. RUU mengatur bahwa pemilihan dan penggantian pimpinan MPR dilakukan dari dan oleh anggota MPR yang berasal dari Fraksi dan kelompok anggota.

DPR
Pasal 20 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Ketentuan tersebut menempatkan DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif, yang semula berada di tangan Presiden. Sementara Presiden memiliki hak untuk mengajukan RUU kepada DPR berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945.

Meskipun demikian, proses pembentukan UU tetap membutuhkan peran Presiden. Hal itu karena Presidenlah yang akan melaksanakan suatu UU serta mengetahui kondisi dan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Karena itu ditentukan bahwa setiap RUU harus dibahas bersama-sama antara DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama, sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945. Artinya, jika suatu RUU tidak mendapatkan persetujuan bersama DPR dan Presiden, maka RUU tersebut tidak akan dapat menjadi UU.

Sebagai isu krusial mengenai DPR adalah kelemahan di bidang legislasi. Untuk penguatan fungsi legislasi DPR sebagai suatu pelaksanaan amandemen UUD1945, perlu pengaturan lebih lanjut mengenai penguatan peran DPR dalam proses perancangan, pembentukan, sekaligus pembahasan rancangan undang-undang. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjawab kritik bahwa DPR kurang maksimal dalam menjalankan fungsi legislasi. Hal ini dilakukan agar DPR dapat menghasilkan produk legislasi yang berkualitas serta benar-benar berorientasi pada kebutuhan rakyat dan bangsa.

DPR sejak era reformasi, tidak ada lagi anggota Dewan yang muncul dari hasil mekanisme pengangkatan (by appointeed). Tetapi, para anggota DPR seluruhnya dipilih melalui Pemilu (by elected). UUD 1945 hasil perubahan juga memberikan kewenangan besar kepada DPR supaya mampu melaksanakan fungsi hakikinya, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

Isu krusial lain mengenai DPR terkait Program Pembangunan Daerah Pemilihan. RUU mengatur mengenai hak anggota DPR untuk mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan dalam rangka melaksanakan fungsi representasi/ keterwakilannya.

Selanjutnya terkait Pembentukan Fraksi. RUU mengatur bahwa Fraksi dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR yang dibentuk untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan wewenang DPR serta hak dan kewajiban anggota DPR. Isu- isu tersebut sampai saat ini masih belum mencapai kata kesepakatan antara pansus DPR dan pemerintah.
    
DPD
Melihat kewenangan yang dimiliki DPD, terkesan adanya sistem parlemen “bicameral”, karena pada dasarnya kewenangan yang dimiliki oleh DPD mirip dengan kewenangan yang dimiliki DPR. Pada kenyataannya, pembentukan DPD tidak bermakna “bicameral parliamentary system”. Sehingga, fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran yang dimiliki oleh DPD dan DPR tidak berada dalam level yang sama, karena DPD bukan menjadi salah satu lembaga yang utuh memiliki kewenangan di bidang legislasi, pengawasan, dan anggaran.

Berkenaan dengan pelaksanaan fungsi legislasi tersebut, kedudukan DPD perlu ditempatkan secara tepat dalam proses pembahasan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22 D ayat (2) UUD 1945.

Putusan Mahkamah Konstitusi telah membawa dampak terhadap proses legislasi terkait dengan DPD dalam proses pembentukan Undang-Undang. Oleh karena itu RUU ini menyesuaikan putusan Mahkamah Konstitusi yang telah dibuat dengan mencermati ketentuan yang ada dalam UUD NRI Tahun 1945. Penyesuaian ini terkait dengan proses penyusunan Prolegnas, proses penyusunan RUU dari DPR, proses penyusunan RUU dari DPD, proses penyusunan RUU dari Presiden, dan proses pembahasan Undang-Undang.
  
DPRD
RUU MD3 merumuskan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang anggotanya berkedudukan sebagai pejabat daerah. Di samping itu dilakukan penguatan alat kelengkapan yang ada di DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota melalui penambahan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan teknis dan keahlian tertentu untuk membantu alat kelengkapan DPRD dalam melaksanakan fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran.

Sistem Pendukung
Hal penting lainnya yang menjadi perhatian perubahan UU MD3 adalah keberadaan sistem pendukung yang menunjang fungsi serta tugas dan wewenang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Perlunya dukungan yang kuat, tidak terbatas pada dukungan sarana, prasarana, dan anggaran, tetapi juga pada dukungan keahlian. Dengan demikian perlu penataan kelembagaan sekretariat jenderal di MPR, DPR, dan DPD, serta sekretariat di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Hal ini diwujudkan dalam pengadaan sumber daya manusia, alokasi anggaran, dan sekaligus pertanggungjawaban publik unit pendukung dalam menjalankan tugasnya.

Hubungan kelembagaan antara MPR, DPR, DPD, dan juga DPRD dapat dilihat dari hubungan kerja antara keempat lembaga tersebut dari sudut pandang tugas dan kewenangan masing-masing lembaga. Misalnya tentang bagaimana hubungan antara keanggotaan MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD dengan status kedudukan MPR sebagai lembaga negara. Hubungan lainnya yang juga harus diatur adalah hubungan antara MPR dengan DPR dalam hal pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, hubungan antara DPR dan DPD dalam rangka pembentukan UU maupun sidang bersama, serta beberapa hubungan kelembagaan lainnya.

Simpulan
Berdasarkan uraian dan kajian diatas perlu segera revisi UU MD3 dan ditetapkan jadi UU perubahan MD3 guna meningkatkan peran dan tanggungjawab lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah untuk mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan wewenang lembaga, serta mengembangkan mekanisme checks and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif.

Selain itu juga dalam rangka meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja anggota lembaga perwakilan demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Harapannya, UU tersebut akan menjadi legacy bagi pengaturan serta penguatan kelembagaan, anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang baru.(mst/bhc/sya)

*Penulis adalah Perancang Undang-Undang Setjen DPR RI (Perancang dan tim Asistensi UU No 27 Tahun 2009 tentang MD3 serta Perancang dan tim Asistensi revisi UU MD3; Master of Laws, University of Melbourne, Australia)



 
   Berita Terkait > UU MD3
 
  Pelantikan PAW Dirut TVRI Dinilai Melanggar UU MD3
  DPR dan Pemerintah Sepakat Revisi UU MD3
  Ketua DPR Hormati Keputusan MK Terhadap UU MD3
  UU MD3 Berlaku, Ketua DPR Jamin Tak Akan Kriminalisasi Pengkritik DPR
  Jokowi Mengundang 4 Pakar Hukum Minta Pendapat UU MD3 dan RKUHP
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2