JAKARTA, Berita HUKUM - Telah dilangsungkan seminar nasional di Universitas Mpu Tantular (UMT) Jakarta, dengan mengusung tema,"Mengaktualisasikan Kembali Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia" di Aula Hiobadja lantai 8 Kampus Universitas Mpu Tantular di bilangan Jakarta Timur Cipinang Besar No. 2, Jakarta Timur pada, Rabu (12/7).
Suasana seminar yang disaksikan berkisar 200-an peserta, cukup semarak dan dinamis. Peserta yang turut hadir, seperti Prof. Dr. Payaman Simanjuntak, Guru Besar Ilmu Manajemen, Warek IV Ubhara Jakarta, Diah Ayu Permatasari, ST, SIP, M.IR, Monang Sitorus (mantan Bupati Tobasa), jajaran Yayasan Budi Murni Jakarta, dan jajaran Universitas Mpu Tantular, yakni: BPH, Rektorat, Dekanat, Struktural, para mahasiswa, ditambah unsur sekolah setingkat Menegah Atas atau SMA kawasan Jakarta Timur serta Bekasi, kemudian tamu undangan dari perwakilan ormas, baik dari luar kampus, tokoh masyarakat, tokoh agama, undangan dari kampus di Jakarta dan Bekasi, juga undangan dari unsur lain.
Adapun tajuk yang diusung bertema, "Mengaktualisasikan Kembali Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia," senada dengan situasi dan maraknya terkait issue radikalisme maupun isu khilafah beberapa waktu belakangan ini, yang disinyalir mencoba-coba menggugat ideologi Negara, Pancasila. Disamping itu, perlu diketahui bahwasanya tokoh pujangga 'Mpu Tantular' sendiri ialah yang memunculkan konsep tatanan 'Bhinneka Tunggal Ika' seperti yang tercatat di buku Sutasoma, maka itulah sekaligus diteguhkan di Universitas Mpu Tantular, dalam momentum sekarang ini.
Selaku ketua Yayasan Budi Murni Jakarta (yang menaungi Universitas Mpu Tantular), Budi P. Sinambela, BBA, saat menjadi Keynote speaker mengulas kembali kisah munculnya kata 'Bhinneka Tunggal Ika' pertama kali, di kitab Sutasoma.
"Nama besar Mpu Tantular pula yang menjadi inspirasi pendirian Universitas Mpu Tantular pada tahun 1984, yang digawangi Prof. DR. Kanjeng Raden Tumenggung (KRT waktu itu) Tarnama Sinambela Kusumonagoro, bersama partnernya Dr. M.O Tambunan, Jasudin Panjaitan dan beberapa lainnya," ungkapnya.
Kemudian, kemukanya bahwa semboyan Bhineka Tunggal Ika tersebut dapat ditemukan dalam kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad XIV pada masa Kerajaan Majapahit. Di dalam kitab sutasoma tersebut Mpu Tantular menuliskan kalimat yang intinya bahwa agama Buddha dan Siwa (Hindu) merupakan zat yang berbeda, tetapi nilai-nilai kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belah, tetapi satu jua, artinya tak ada dharma yang mendua.
Disamping itu, selaku narasumber teriundang Prof. Dr. Yudi Latif, selaku Ketua Unit Kerja Presiden, Bidang Pembinaan Ideologi Pancasila, dan Yenni Wahid, sebagai Aktivis Kebhinnekaan/ Direktur Wahid Institute, turut pula hadir untuk mengupas Term of Reference (TOR).
Acara Seminar Nasional yang diawali dengan upacara Nasional menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, hening cipta, serta pembacaan Teks Pancasila oleh Dekan Fakultas Maritim, Alfais Amin, S.Sos, MM.PIA. Kemudian Ketua Panitia, Dr. Rr. Dijan Widijowati, SH, MH menyampaikan laporannya, dilanjutkan sambutan Rektor Universitas Mpu Tantular, Dr. Ir. Mangasi Panjaitan, ME.
Bambang Suroso, SH, MH selaku moderator saat sesi seminar mengundang tampil Dr. Anas Saidi, Deputi I Bidang Pengkajian dan Materi Unit Kerja Presiden- Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) sebagai pengganti narasumber Prof. Dr. Yudi Latif.
Sedangkan Yenni Wahid, digantikan oleh Dr. Ngatawi Al-Zastrouw, Sosiolog dan Budayawan NU dan Dosen Pasca Sarjana IAIN Yogyakarta, yang juga dulu dikenal sebagai jurubicara pribadi Alm. Presiden Gus Dur.
Dalam paparannya, Anas Saidi mengatakan, enam bulan terakhir berkembang politik primordialisme, yang bisa menimbulkan perpecahan. "Sebab mencoba-coba mengganti ideologi, itu sudah tergolong subversi ideologi. Sebab Indonesia, bukan negara agama," ucapnya.
Oleh karena itu, paparnya mengemukakan siapapun yang berkeinginan menentang ideologi Negara, patut diambil tindakan keras.
Sementara itu, Zastrouw mengatakan, sejak dulu, Nusantara itu sejak ada, sudah kodratnya beragam. "Beragam suku, agama, ras, dengan segala latar belakangnya. Oleh sebab itu, siapapun harus menerimanya. Tidak bisa yang satu menindas yang lain, yang satu menyakiti lainnya," bebernya.
Perihal Universitas Mpu Tantular ingin menjadikan kampus Bhinneka Tunggal Ika sebagai Pusat Studi Kajian Kebhinnekaan, Zastrow sangat mendukung.
"Saya sangat mendukung, apabila Universitas Mpu Tantular ingin mendeklarasikan kampus ini sebagai Kampus Bhinneka Tunggal Ika, dan membuat Pusat Studi Kebhinnekaan. Namun harus serius mengkaji kitab Sutasoma yang berjilid-jilid itu," tandasnya.
Selanjutnya, usai pemaparan para narasumber, dilanjutkan sesi tanya-jawab, kemudian para mahasiswa cukup antusias menanyakan berbagai hal dijelaskan.
Usai sesi seminar, acara dilanjutkan dengan pembacaan Deklarasi Kampus Bhinneka Tunggal Ika-Universitas Mpu Tantular, yang dibacakan oleh Rektor, Mangasi Panjaitan, dan pemukulan gong oleh Ketua Yayasan, Budi P. Sinambela diatas panggung, lalu saat gong berbunyi ketiga kali, dalam gerakan cepat, beberapa mahasiswa membentangkan spanduk "Kampus Bhinneka Tunggal Ika-Universitas Mpu Tantular" disentak bunyi party poppers (kertas tembak selebration) keatas. Disambut langsung lagu 'Kebyar-kebyar' oleh Danny PH Siagian, SE, MM, Sekretaris Panitia.
Pasca acara seminar dilakukan prosesi penyerahan plakat pada pembicara diwakili oleh Bendahara Yayasan, Dewi Christina Sitorus, SE dan Rektor, dan penutupan acara dengan doa, dipimpin Wakil Rektor III, Suyitno, SE, MM.(rls/bh/mnd) |