JAKARTA, Berita HUKUM - Sejumlah kelompok dan gerakan menyampaikan kritik atas terbitnya undang-undang perkoperasian baru, Nomor 17 Tahun 2012, menggantikan Undang-undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992.
Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM, Setyo Heriyanto, meminta kepada seluruh gerakan koperasi untuk membaca dengan teliti dan seksama isi dari undang-undang koperasi yang baru saja terbit. Bahkan, ia bersedia membuka jalur dialog dengan kelompok-kelompok tersebut guna menjelaskan isi undang-undang tersebut.
“Saya mengundang siapapun yang kurang memahami isi undang-undang itu untuk menjelaskannya. Pertemuan secara kelompok memang telah diagendakan sebagai sarana sosialisasi Undang-undang Perkoperasian Nomor 17 Tahun 2012,” kata Setyo di Jakarta, Jumat (16/11).
Asosiasi Manager Koperasi Indonesia juga ingin melakukan Judicial Review terhadap Undang-undang perkoperasian yang baru. Kelompok ini juga ikut mengkritisi sistem penerbitan sertifikat bagi setoran pokok yang sebelumnya dinamakan simpanan pinjam. Dalam konteks setoran pokok, setiap anggota bisa melipatgandakannya untuk mendapatkan sertifikat lebih banyak.
Setyo berpendapat bahwa masyarakat hanya perlu membaca secara seksama dan teliti isi dari undang-undang tersebut. Pada dasarnya isinya tetap pada poin keberpihakan pemerintah terhadap gerakan koperasi dan tidak mungkin menyudutkan gerakan manapun.
Menegani sertifikat setoran pokok, menurut Setyo, semakin banyak setoran pokok maka bertambah pula hak keanggotaan mereka. “Sertifikat hanya bukti jati diri. Jati diri koperasi tetap dipertahankan dengan pola lama, yakni one men one vote. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika seseorang akan menguasai koperasi,” jelasnya.(rm/ipb/bhc/sya) |