JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan Forum Guru Besar, Dosen dan Masyarakat Sipil Peduli Pendidikan. Bertempat di lantai 15 Gedung MK, perwakilan Forum tersebut melaporkan dan mempertanyakan keabsahan serta konstitusionalitas pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2013 yang kacau balau, khususnya di tingkat SMA.
Perwakilan Forum yang diantaranya para Rektor Universitas, baik UI, UPI, ITB, UGM dan lainnya berencana mengajukan judicial review Pasal 58 Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Prof DR Sunaryo Kartadinata menegaskan, pelaksanaan UN tahun ini, khususnya tingkat SMA, semrawut. Sistem standarisasi pendidikan nasional dengan metode UN juga perlu dievaluasi.
“Ujian nasional baiknya akan semakin bermutu, standarisasi pendidikan dengan UN perlu dievaluasi. Mungkin situasi saat ini berbeda, lebih dibutuhkan sistem yang terdesentralisasi. Perlu perbaikan dalam pengelolaannya,” kata Sunaryo kepada para Wartawan di Gedung MK, Rabu (24/4).
Sementara itu Guru Besar Ekonomi UI Profesor Mayling Oey Gardiner menegaskan, UN hanya menghasilkan tekanan psikologis bagi anak-anak. Padahal, menurutnya, para orangtua ingin anaknya memiliki karakter dan kreativitas yang terus berkembang. Selain itu, banyak terjadi manipulasi nilai-nilai UN. Hal ini jelas berdampak buruk bagi masa depan dunia pendidikan Indonesia.
Di tempat yang sama Wakil Rektor ITB DR Djoko Suharto juga menyayangkan kondisi pendidikan Indonesia yang semestinya harus semakin menuju ke arah yang lebih baik, bukan malah acak kadut dan penuh keangkuhan.
"Mendidik itu harus dengan hati, saya senang sekali bergaul dengan para mahasiswa, dimana kita harus percaya diri dan selalu ingin belajar," tutur Djoko.
Effendi Ghazali pada kesempatan tersebut mengungkapkan kepada para Wartawan bahwa kunjungan tersebut untuk kepedulian bersama bagi kemajuan pendidikan anak-anak bangsa.
"Kami datang bukan dalam posisi menentang Ujian Nasional, hanya saja kesemrawutan UN, hak konstitusi anak-anak kita ini harus dibicarakan, sebab ini bertentangan dengan Undang-Undang, hak mereka hak konstitusional mereka," jelas Effendi.(bhc/mdb) |