JAKARTA, Berita HUKUM - Dikatakan oleh anggota MPR dari Fraksi Partai Hanura Syarifuddin Sudding demokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini adalah demokrasi transisi sehingga masih banyak penataan dalam masalah tata negara. “Karena transisi maka banyak yang perlu dilakukan pembenahan,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam Sosialisasi 4 Pilar melalui Metro TV, tayang pertengahan Oktober.
Di antara lembaga negara yang ada, diakui Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga yang memiliki wewenang besar dan tak ada yang mengontrol peran dan keputusannya. “Ketika ada masalah dengan ketuanya, ini menjadi tragedi bagi kita semua,” ujarnya. Dalam sosialisasi yang dipandu oleh Effendi Ghazali dan Anya Dwinov itu, pria asal Sulawesi Selatan ini menjabarkan Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945 tentang peran dan wewenang MK. Menurutnya 9 hakim MK dipilih dari usul pemerintah, DPR, dan MA. Ketua MK Akil Mochtar diakui sebagai hakim yang diusulkan oleh DPR.
Diceritakan, saat perpanjangan masa jabatan di MK, anggota Komisi III DPR menanyakan tentang kesediaan atau ketidaksediaan dirinya menjadi hakim MK kembali. “Ternyata dia (Akil Mochtar) menyatakan bersedia,” tuturnya. Dalam masalah hakim MK, Sudding menjelaskan sebenarnya DPR membuka ruang pendaftaran kepada masyarakat untuk menjadi hakim dan bila memenuhi syarat akan diuji kepatutan dan kelayakan.
Ditangkapnya Akil Mochtar tentu membuat runtuhnya kepercayaan masyarakat kepada MK. Menanggapi hal demikian, Sudding mengatakan perlu butuh waktu untuk memulihkan nama baik MK. Dalam masa transisi inilah dirinya menegaskan pentingnya perbaikan kembali fungsi lembaga negara serta pentingnya ada keteladanan dari para pejabat lembaga negara.
Dirinya mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila. “Nilai-nilai Pancasila selama ini telah kita tinggalkan,” Sudding menyesalkan. Dirinya mengakui etika dan moral bangsa ini sudah tergerus. Muncul di masyarakat nilai-nilai pragmatisme, hedonisme, dan konsumerisme. “Mari kita intropeksi diri,” ajaknya, seperti yang dilansir mpr.go.id.
Deding Ishak, anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar, yang dalam kesempatan itu juga menjadi narasumber, menuturkan dalam penataan lembaga negara konstitusi memberi ruang kepada masyarakat bila tidak puas dengan produk undang-undang bisa mengadukan ke MK. Tak hanya soal undang-undang yang dirasa tak adil bisa diadukan ke MK, bila ada sengketa pilkada, masyarakat juga bisa mengadukan ke lembaga yang beralamat di Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta, itu. “Meski sekarang wacana masalah sengketa pilkada dikembalikan ke Mahkamah Agung,” ungkapnya.
Dalam masalah lembaga negara, anggota MPR dan para ahli hukum diakui Deding sudah meletakkan lembaga negara pada posisi yang diterima oleh masyarakat. Menjadi masalah bila orang yang mengisi tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Dirinya mengakui perlu adanya perbaikan dalam perekrutan hakim MK yang selama ini sudah terjadi. Dalam masalah perekrutan itu dirinya akan merekomendasikan pentingnya penegakkan etika dan moral pejabat negara. “Perlu dibenahinya etika penegak hukum,” tegas pria berdarah sunda itu.(aw/mpr/bhc/sya) |