GRESIK, Berita HUKUM - Ada beberapa hal penting yang didapatkan Komisi VII DPR RI dalam kunjungan kerjanya ke Gesik, Provinsi Jawa Timur. Diantaranya adalah terkait dengan progres pembanguan smelter oleh PT. Freeport Indonesia.
"Kita melihat tidak ada progres fisik yang dilakukan. Meskipun disampaikan telah melalui tahapan-tahapan yang sifatnya administratif, tetapi itu bukan sebuah progres yang bisa di lihat," ujar Wakil Ketua Komisi VII Syaikhul Islam Ali saat di Gresik, Jatim, Kamis (23/11).
Hal penting lain yang di tangkap oleh Komisi VII yakni masalah komitmen. Syaikhul Islam menyatakan, tidak ada komitmen yang serius dari PT. Freeport untuk membangun smelter.
"Dari masalah lokasinya saja, belum ada penentuan. Bahkan perjanjian yang dibuat dengan PT. Petrokimia pun tampaknya di hold," tandasnya.
Saikhul Islam mengatakan, Komisi VII berharap ada ketegasan dari pemerintah terhadap persoalan itu. Izin Usaha Pertambangan dikeluarkan dengan satu konsekuensi, kalau tidak membangun smelter dengan progres yang bisa di evaluasi setiap 6 bulan, maka akan dicabut rekomendasi ekspornya.
"PP Nomor 1 Tahun 2017 yang membuat adalah Kementerian ESDM, walaupun dikonsultasikan kepada Komisi VII. Kita berharap Kementerian ESDM dapat konsisten dengan peraturan yang dibuatnya sendiri. Jangan ada kesan menganakemaskan satu perusahaan dibandingkan perusahaan-perusahaan yang lain," tuturnya.
Sementara, rencana pembangunan smelter PT. Freeport di Gresik, Jawa Timur tidak mendapat respon positif dari Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi. Ia merasa hal tersebut tidak efisien.
Kurtubi lebih setuju apabila pembangunan smelter PT. Freeport itu dilakukan di Sumbawa Barat. Menurutnya, hal itu akan lebih efisien, karena jarak angkut konsentrat dari PT. Freeport di Papua ke Sumbawa Barat, jaraknya lebih singkat.
"Saya dukung pembangunan smelter di Sumbawa Barat karena untuk kepentingan nasional. Ini adalah momentum yang bagus untuk mengarahkan pembanguan smelter PT. Freeport Indonesia ke Sumbawa Barat," tegas Kurtubi di Gresik, Jawa Timur, Kamis (23/11).
Kurtubi menyatakan, hal itu baik untuk industri hilirnya. Sebab produk ikutan dari pembangunan smelter bagitu banyak yang bisa dimanfaatkan, untuk mengembangkan industri-industri hilir lain, seperti semen, kabel listrik, dan lain sebagainya sebagai output dari pembangunan smelter itu.
"Industri hilir bisa dibangun di Sumbawa Barat, karena pulau Sumbawa juga menghasilkan bahan baku penting dari semen, yakni pasir besi. Sehingga akan menghemat ongkos angkut pasir besi yang sebelumnya dikirim ke pulau Jawa, dan cukup diolah di Sumbawa," ujarnya.
Kalau smelter PT. Freeport dibangun di Sumbawa Barat, maka bisnisnya bisa berjalan secara ekonomis, karena ongkos angkut konsentratnya menjadi lebih murah. "Sesuai ketentuan Undang-Undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009, maka 100 persen konsentrat PT. Freeport harus diolah di Indonesia. Sementara untuk memenuhi ketentuan tersebut, PT. Freeport Indonesia berencana untuk membangun smelternya di atas lahan reklamasi di Gresik. Jelas ini adalah lahan yang dipaksanakan," pungkasnya.(dep,mp/DPR/bh/sya) |