JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang dimohonkan oleh Herdaru Manfa Luthfie dan Fajar Kurniawan, Rabu (9/10). Keduanya diwakili oleh Agung Pribadi dari Serikat Pekerja Penegakan Konstitusi (SPHK) selaku kuasa hukumnya.
Agung menyampaikan bahwa Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 18 ayat (1) dan (2) serta Pasal 20 ayat (1) dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Kedua pasal yang digugat oleh Pemohon mengatur mengenai tata cara pencalonan dan pemilihan Hakim Konstitusi oleh Mahkamah Agung, DPR, dan Presiden.
Kedua pasal yang dimohonkan Pemohon berbunyi sebagai berikut.
Pasal 18
(1) Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden, untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden
(2) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pengajuan calon diterima Presiden.
Pasal 20
(1) Ketentuan mengenai tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan hakim konstitusi diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
Menurut Pemohon, kedua pasal tersebut tidak memberikan jaminan bahwa lembaga yang memilih hakim konstitusi dapat menghadirkan hakim konstitusi yang berintegritas.
Pemohon juga menganggap ketentuan yang mengatur adanya peraturan internal di MA, DPR, dan Presiden telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan hukum. Pasalnya, pada kenyataannya, ketiga lembaga tersebut tidak pernah mengeluarkan peraturan internal tentang tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi. Karena itulah, Pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan kedua pasal yang dimohonkan dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
“Setidak-tidaknya menyatakan bahwa Pasal 18 ayat (1) dan (2), Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, khususnya Pasal 24C ayat (6), Pasal 25, Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sepanjang tidak ditafsirkan secara serta merta presiden dapat langsung menggunakan wewenangnya untuk mengangkat dan menetapkan Hakim Konstitusi, tanpa terlebih dahulu melakukan publikasi melalui media cetak dan media elektronik, untuk meminta masukan dari masyarakat terlebih dahulu, dan sepanjang tata cara seleksi pemilihan dan pengajuan Hakim Konstitusi harus diatur dengan undang-undang,” ujar Daru selaku Kuasa Hukum Pemohon yang membacakan salah satu petitum permohonan. Demikian seperti yang dikutip pada mahkamahkonstitusi.go.id,(yus/mh/mk/bhc/sya) |