JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Sekitar 80 persen dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) digunakan untuk belanja pegawai. Sehingga anggaran untuk bidang lain cederung terabaikan. Hal itulah yang disampaikan Direktur Local and Economic Governance The Asia Foundation, Erman A Rahman saat konferensi pers di kantor The Asia Foundation Jakarta, Rabu (16/5).
"Proporsi belanja pegawai (untuk gaji pegawai) terhadap dana alokasi umum (DAU) terus meningkat, dari 69 persen (2008) menjadi 87-88 persen (2010-2011). Ini menunjukkan belanja dan pembiayaan belum efisien," kata Erman.
Erman berpendapat, kebiasaan pemerintah kabupaten atau kota selalu menganggarkan 19 persen dari APBD untuk anggaran belanja barang atau jasa di tahun 2008. Dan pada tahun 2011 lalu, yang tersisa hanya 18 persen dari APBD.
Meski anggaran belanja pegawai dari pemerintah daerah semakin meningkat, jumlah penduduk yang dilayani oleh setiap pegawai negeri sipil (PNS) cenderung relatif lebih rendah. "Sehingga menyebabkan belanja pegawai per kapita makin tinggi," tambahnya.
Misalnya, Pemerintah Kabupaten Simeulue, Aceh, menganggarkan belanja pegawai Rp 1,8 juta per orang per tahun. Pegawai tersebut harus menangani sekitar 160 penduduk per pegawai. "Sementara di Jember masih ada belanja pegawai sebesar Rp 300.000 untuk menangani sekitar 140 penduduk per pegawai. Ini semakin tidak efektif," ungkapnya.
The Asia Foundation telah melakukan wawancara terhadap 988 pelaku usaha di 20 kabupaten atau kota, dengan sekitar 50 responden per daerah. Survei dilakukan di Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Responden dipilih secara acak berdasarkan sensus ekonomi (BPS), berdasarkan skala usaha (kecil, menengah, besar), dan berdasarkan sektor usaha (industri, perdagangan, dan jasa). (kpc/rob)
|