JAKARTA, Berita HUKUM - Pemegang saham PT Blue Bird Taxi Mintarsih Latief siap ajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait perkara sengketa kepemilikan saham di perusahaan transportasi itu. "Jelas saya ajukan banding," kata Mintarsih kepada Wartawan, Kamis (20/2) di Jakarta.
Seperti diketahui, Majelis Hakim yang diketuai Anas Mustakim dalam putusannya menolak gugatan Mintarsih kepada Purnomo dkk. Dengan alasan Mintarsih sudah mengundurkan diri dari CV Lestiani, yang mana pengunduran diri itu dikuatkan dengan penetapan PN Jakarta Pusat 30 April 2001. Dan pengesahan pengunduran diri itu dituangkan dalam akte notaris.
"Gugatan penggugat tidak berdasarkan hukum. Gugatan ditolak, tidak dapat diterima. Karena gugatan di tolak, maka pihak yang kalah dihukum untuk bayar biaya perkara," kata Anas.
Atas putusan tersebut, Mintarsih menilai Hakim keliru dalam putusan. Sebab, mengundurkan diri bukan berarti menjual kepemilikan saham.
"Itu sesuatu yang keliru. Saya pasti banding. Saya punya bukti otentik bahwa saya tidak pernah jual saham saya. Yang ada saya mengundurkan diri sebagai Wakil Direktur CV Lestiani, yang juga pemegang saham di PT Blue Bird Taxi," ucap Mintarsih kepada wartawan, usai pembacaan putusan di PN Jakpus, Selasa (18/2) kemarin.
Menurut Mintarsih, kekalahan tersebut merupakan kekalahan awal. Perjuangan akan dilanjutkan, dan perjalanan masih panjang, demi harga diri. Dan sekaligus menilai salah satu kasus hukum masa kini.
Dari segi finansial, belum tentu kalah lebih baik dari pada menang. Karena jika menang, sangat mungkin bahwa saat saham dikembalikan, maka saham yang dikembalikan sudah menjadi ”pepesan kosong”. Dari segi kebenaran, maka perjuangan untuk menang harus tetap dilakukan.
Gugatan yang meminta agar saham yang telah hilang 12 tahun yang lalu dikembalikan. "Demikian rapinya pengalihan saham tanpa beli dan tanpa bayar ini, sehingga selama 12 tahun tidak pernah tahu bahwa saham Mintarsih di PT Blue Bird Taxi telah hilang," tegasnya.
Dia menegaskan penghilangan saham yang dilakukan telah dilakukan dengan mempelajari proses-proses pencarian data yang dapat dijadikan bukti. Dengan menghilangkan nama Mintarsih di kata perseroan, maka secara peraturan Kementrian Hukum dan HAM, Mintarsih tidak boleh mendapatkan fotocopy akta perusahaan. Maka pembuktian menjadi sulit.
"Kekalahan ini sangat mungkin akan memunculkan kriminil-kriminil baru yang akan melakukan pengalihan saham tanpa beli dan tanpa bayar. Cara menghilangkan saham di PT Blue Bird Taxi ini cukup sederhana, sehingga dapat ditiru dengan mudah. Tinggal mencari notaris yang mau mengikuti keinginan kita, yaitu menghilangkan nama dari pemegang saham yang akan kita ambil. Dan selanjutnya kita buat lagi perubahan akta notaris. Jika pada tiap akta perubahan dimunculkan riwayat akta-akta sebelumnya, maka akta yang menghilangkan saham perlu diminta untuk tidak dicantumkan, seolah-olah tidak pernah ada," ujarnya.
Maka sempurnalah pengalihan saham tanpa beli, tanpa bayar dan tanpa jejak. Apalagi dengan penambahan pembuatan Penetapan Pengadilan seperti yang dilakukan oleh Purnomo dari PT Blue Bird Taxi.
Kemudian dalam gugatan muncullah kesulitan dalam pembuktiannya.
Bayangkan situasi gugatan yang membutuhkan adanya pembuktian.
Pembuktian didapat dari akta2 perusahaan. Dan akta-akta ini dirahasiakan, dan tidak dapat diminta di Kementrian Hukum dan HAM. Alasannya: nama Mintarsih tidak ada di akta yang diminta. Jadi harus menggugat dengan data yang sangat-sangat minim, dan tidak cukup. Tinggal skill dan rezeki kita untuk mendapatkannya melalui seni-seni mendapatkan data yang sebenarnya merupakan hak kita.
Inilah yang namanya buah simalakama di Kementrian Hukum dan HAM. Di satu pihak dibuat perlindungan dimana akta perusahaan tidak dapat diminta oleh siapapun selama namanya tidak tercantum didalam akta. Di lain pihak, peraturan inilah yang dibobolkan lewat notaris dengan menghilangkan nama pemegang pesero/saham (dalam hal ini Mintarsih), sehingga tidak dapat meminta data.
Sehingga demi penegakan hukum, dapatkah ketentuan untuk mendapatkan data di Kementrian hukum dan HAM dikecualikan dalam keadaan dimana ada dugaan kecurangan.
Salah satu alasan mengapa hilangnya saham ini dibuat dengan sempurna, adalah pengalaman menghilangkan saham pada tahun 1994, oleh Purnomo dan Kresna Priawan dimana seluruh saham Mintarsih di PT Ziegler Indonesia (Blue Bird Group), yang digugat dengan nomor 70/Pdt.G/2001/PN.Jak.Sel. menghasilkan Putusan untuk mengembalikan seluruh saham Mintarsih yang telah dialihkan tanpa hak.
Untuk mengembalikan saham Mintarsih di PT Blue Bird Taxi, Purnomo bermain jauh lebih rapih. Walaupun demikian, setelah 12 (duabelas) tahun, baru tercium secara kebetulan.
Ternyata pihak TERGUGAT sebagai pengusaha terkaya ke 60 di Indonesia, dan pada tahun 2013 asetnya telah menjadi 700 persen dari nilai aset tahun 2013, tidak dapat dikalahkan. Inilah fakta di Pengadilan.(bhc/mdb) |