JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Dugaan tindak pencemaran lingkungan yang dapat merugikan keuangan negara sebesar US$ 20 juta atau berkisar Rp 200 miliar, dari Proyek Bioremediasi oleh PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) bersama tujuh perusahaan swasta, diantaranya PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya semakin menghangat.
Menurut Kejaksaan, Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya sebagai pihak ketiga, pun tidak memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang sebagai perusahaan pengolah limbah, Jum’at (30/3).
Terancamnya hilang cost recovery melalui pencemaran lingkungan disampaikan Kepala Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), R.Priyono usai memberikan sambutan pada Kongres Asosiasi Pengadaan Industri Perminyakan Indonesia, Kamis, (29/3) lalu. Adapun menurut Priyono, biaya cost recovery senilai US$ 15,8 juta atau sekitar Rp. 158 miliar.
"Kami akan mencabut biaya cost recovery jika mereka terbukti melakukan pelanggaran hukum melalui tindakan pencemaran lingkungan dalam kegiatan proyek bioremediasi," paparnya.
Adapun yang dimaksud Bioremediasi merupakan proyek penormalan tanah yang terkena limbah akibat aktivitas penambangan minyak.
Sebelumnya, Selasa (27/3), dugaan tindakan pencemaran disampaikan Manager Kampaye Tambang dan Energi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Pius Ginting bersama Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). Pencemaran lingkungan melalui teknologi injeksi kimia. “Kami khawatir injeksi bahan kimia ini beresiko menimbulkan pencemaran air tanah di akuifer setempat. Terlebih bahan radioaktif bisanya dipakai dalam mendeteksi rekahan yang timbul dari bahan yang diinjeksikan, “ ungkap Ginting. Chevron memulai teknologi tersebut sejak Januari 2012.
KPK Dukung Kejaksaan Usut Dugaan Korupsi Chevron
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung penyidikan kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) di Provinsi Riau yang tengah dilakukan oleh Kejaksaan Agung sejak Kamis (29/3) lalu.
Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Andhi Nirwanto, jika ditemukan soal Chevron, KPK akan mendukung dan penuntasan kasus diberikan kepada Kejaksaan. “Apabila KPK menemukan temuan soal Chevron, akan diserahkan kepada kejaksaan," imbuh Nirwanto.
Terkait soal dugaan nilai Korupsi dari biaya cost recovery yang dapat merugikan negara hingga sebesar US$ 20 juta, sekitar Rp. 200 miliar dalam kasus ini masih terjadi silang pendapat.
Dalam penilaian Kepala Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), R. Priyono, proyek bioremediasi bernilai US$ 23 juta, namun selama masa 10 tahun, atau sekitar Rp. 230 miliar. Dari biaya proyek itu, cost recovery bernilai US$ 15,8 juta.
“Jadi bagaimana mungkin biaya cost recovery nilainya sebesar 200 miliar rupiah, jika nilai proyeknya 230 miliar rupiah”, jelas Priyono kepada sejumlah wartawan, Kamis (29/3).
Sedangkan pihak BP Migas telah menyalurkan dana cost recovery sebesar 14 juta dolar AS atau sekitar Rp 140 miliar.
Ditempat terpisah saat dijumpai wartawan, Kamis (29/3), Jampidsus, Andhi Nirwanto menyebutkan kegiatan menormalkan kembali tanah yang terkena limbah dari penambangan minyak sekitar Rp. 200 miliar sudah dicairkan ke Chevron dari BP Migas. Namun Andhi enggan menjawab pertanyaan wartawan tentang kemungkinan adanya kelalaian dari BP Migas terkait aliran dana ke Chevron, ia hanya menyatakan pihaknya melakukan penyidikan setelah ada pencairan dana tersebut.
Sedangkan BP Migas akan tetap mengikuti seluruh proses Hukum yang berjalan di Kejagung. Keterlibatan BP Migas dalam kapasitas sebagai pengawas kegiatan operasi semua Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS). (dbs/bhc/boy)
|