JAKARTA, Berita HUKUM - Ketidaksepahaman di internal Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla kembali terjadi, yang kali ini menyangkut posisi utang pemerintah terhadap Dana Moneter Internasional (IMF). Pernyataan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto soal sisa utang pemerintah ke IMF langsung dibantah oleh Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro.
"Pemerintah tidak berutang ke IMF," ujar Bambang di Jakarta, Selasa (28/4).
Sekalipun ada, kata Bambang, utang ke IMF tersebut dicatatkan oleh Bank Indonesia, bukan oleh pemerintah. Menurutnya, bank sentral pernah berutang ke IMF sebesar US$ 2,9 juta dalam rangka pengelolaan devisa. " Jadi bukan utang yang harus dibayar," tuturnya.
Soal pinjaman asing, Menteri Keuangan tidak menampik ada utang luar negeri yang belum lunas ke sejumlah lembaga multilateral, antara lain dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
"Utang di IMF itu sudah selesai di 2006," kata Bambang menegaskan.
Sebelumnya, Andi Wijayanto mengungkap statistik utang luar negeri Indonesia yang dicatatkan BI per 31 Januari 2015. Berdasarkan pengamatannnya, masih ada sisa utang ke IMF sebesar US$ 2,79 miliar yang berlum terbayarkan oleh Indonesia.
"Utang tersebut dalam bentuk mata uang special drawing right (SDR)," tuturnya di Istana Kepresidenan, Selasa (28/4).
SDR merupakan instrumen yang dikembangkan oleh IMF pada 1969 sebagai aset cadangan devisa yang sewaktu-waktu dapat digunakan suatu negara untuk memperkuat cadangan devisa.
Untuk meluruskan pernyataan Andi, Bambang Brodjonegoro menegaskan kuota alokasi SDR sebesar US$ 2,79 miliar itu bukan kategori utang. Kuota SDR tersebut merupakan komitmen pinjaman siaga (standby loan) yang diberikan kepada seluruh negara anggota IMF.
"Itu fasilitas IMF ke negara anggota dalam bentuk stanby loan, bukan dari masa lalu," ujarnya kepada CNN Indonesia.
Menurut Bambang, Indonesia masih tercatat sebagai anggota IMF sampai saat ini sehingga mendapatkan fasilitas tersebut. Namun, karena sampai sekarang kondisi ekonomi Indonesia tergolong baik, maka fasilitas tersebut tidak pernah dipakai.
"Tapi karena (komitmen itu) dialokasikan oleh IMF, itu secara statistik dihitung sebagai utang. Bisa dipakai ataupun tidak," jelasnya.
Dalam Buku Statistik Utang Luar Negeri yang dirilis Bank Indonesia pada 2010, posisi terakhir utang pemerintah dan BI ke IMF sebesar US$ 7,8 miliar pada 2005. Angka tersebut menyusut dari posisi tahun sebelumnya (2004) yang sebesar US$ 9,65 miliar. Memasuki 2006, utang ke IMF sirna dari neraca pemerintah dan Bank Indonesia, sebelum muncul kembali pada September 2009.
Dalam keterangan tertulisnya, BI menjelaskan kembali munculnya utang IMF dalam catatan bank sentral karena Indonesia sebagai negara anggota mendapat kuota pinjaman siaga sebesar SDR 1,98 miliar atau ekuivalen US$ 3,1 miliar.
Pada Buku Statistik Utang Luar Negeri edisi terbaru, April 2015, posisi kuota pinjaman IMF yang belum ditarik Indonesia oper Februari 2015 sebesar US$ 2,8 miliar.
Sementara sebelumnya, terkait polemik ini, pada akun twitter yang telah diverified account milik Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait Utang IMF ini, SBY pada Selasa (28/4) menuliskan:
Maaf, saya terpaksa mengoreksi pernyataan Presiden Jokowi ttg utang IMF yg dimuat di harian Rakyat Merdeka kemarin, tgl 27 April 2015. *SBY*
Pak Jokowi mengatakan yg intinya Indonesia masih pinjam uang ke IMF. Berarti kita dianggap masih punya utang kepada IMF.
Saya harus mengatakan bahwa pernyataan Pak Jokowi tsb salah. Indonesia sudah melunasi semua utang kpd IMF pada th 2006 lalu.
Sejak 2006, Indonesia tidak jadi pasien IMF. Tidak lagi didikte IMF. Kita merdeka & berdaulat utk merancang pembangunan ekonomi kita.
Utang Indonesia ke IMF yg keseluruhannya berjumlah US $ 9,1 milyar, sisanya telah kita lunasi th 2006, 4 th lebih cepat dari jadwal.
Dulu, sebagai Presiden Indonesia, keputusan utk percepat pelunasan utang IMF itu saya ambil atas dasar 3 alasan penting.
(1) Ekonomi kita sudah tumbuh relatif tinggi; sektor riil mulai bergerak; fiskal kita aman; & cadangan devisa kita cukup kuat.
(2) Kita tidak lagi didikte & minta persetujuan kpd IMF & negara-negara donor (CGI) dlm pengelolaan ekonomi, tmsk penyusunan APBN.
(3) Rakyat Indonesia tidak lagi dipermalukan & merasa terhina, karena kita tidak lagi menjadi pasien IMF. Bebas dari trauma masa lalu.
Sejak th 2007, saya (dulu sbg Presiden) menerima kunjungan 3 pemimpin IMF dgn kepala tegak. Kehormatan Indonesia telah pulih.
Pd kunjungan pemimpin IMF th 2012, kita diminta utk menaruh dana di IMF, utk bantu negara yg alami krisis. Tangan kita berada di atas.
Jika pernyataan Presiden Jokowi tsb tidak saya koreksi, rakyat bisa menuduh saya yg berbohong. Kebenaran bagi saya mutlak.
Saya yakin, beliau yg waktu itu sudah bersama saya di pemerintahan (Walikota Surakarta) paham ttg kebijakan & tindakan pemerintah.(ags/gen/cnnindonesia/tw/bh/sya) |