JAKARTA, Berita HUKUM - Meskipun Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan tujuh orang tersangka, bahkan sudah menahan enam orang diantaranya terakit kasus dugaan korupsi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), dan telah dipastikan bahwa proyek tersebut fiktif dari hasil uji laboratorium terhadap sampel tanah proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia yang dilakukan Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan.
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung masih terkendala untuk melimpahkan para tersangka dalam kasus dugaan korupsi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke pengadilan, dikarenakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang belum mengeluarkan angka pasti kerugian negara terkait kasus yang diduga terjadi akibat proyek yang tidak sesuai dengan targetnya itu.
Padahal, diketahui surat perintah penyidikan terhadap tujuh tersangka itu, telah dikeluarkan Kejaksaan Agung sejak 1 Maret lalu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, M Adi Toegarisman mengatakan, kendati demikian kasus yang diduga merugikan negara senilai Rp 200 miliar tersebut masih terus berjalan dan siap masuk ke tahap penuntutan.
"Pokoknya proses hukum akan berjalan terus, saat ini Kejaksaan hanya tinggal menunggu hasil pasti berapa kerugian negara dari BPKP," terang Adi Toegarisman di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (6/11) malam.
Adi pun memastikan, dalam waktu dekat ini BPKP akan menyelesaikannya dan akan menyerahkan ke Kejaksaan Agung. "Data laporan BPKP segera diterima dan berkas ini akan di serahkan ke Pengadilan, mungkin minggu ini ada perkembangan," ujar Adi.
Lebih lanjut ia mengaku, akan mempercepat penyelesaian kasus ini, agar proses berjalan terus. "Kita percepat, supaya proses berjalan terus," jelasnya.
Diketahui beberapa waktu lalu, Direktur Penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Arnold Angkouw mengatakan, pihaknya mengusahakan agar minggu depan bisa dilakukan pelimpahan ke pengadilan. Karena, kata Arnold, BPKP telah berjanji kepada pihaknya bahwa dalam minggu ini akan selesai.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung juga masih menolak penangguhan penahanan ke tujuh tersangka kasus. Alasannya, karena penyidik masih memerlukan penahanan terhadap yang bersangkutan.
Diketahui, PT CPI melakukan proyek bioremediasi ini di Riau dimulai dari tahun 2003 hingga 2011 dengan anggaran 270 juta dolar AS. Namun dalam perjalanannya, Kejaksaan Agung menduga proyek pemulihan lahan berkas eksplorasi hingga normal itu tidak berjalan sesuai rencana alias fiktif sehingga diduga merugikan negara Rp 200 miliar.
Bioremediasi sendiri adalah metode untuk membersihkan tanah yang terkena limbah produksi minyak dengan menggunakan mikroba. Selama 3-6 bulan, mikroba itu dengan metabolismenya mengubah senyawa minyak menjadi senyawa air dan gas tidak beracun.
Dalam implementasinya, PT CPI juga melibatkan dua perusahaan sebagai pihak ketiga, yakni PT GPI dan PT SJ. Tetapi kedua perusahaan itu hanya sebatas kontraktor umum saja dan tidak memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang sebagai perusahaan di bidang pengolahan limbah.(dbs/bhc/opn) |