JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Mantan juru panggil Mahkamah Konstitusi (MK) Masyhuri Hasan dituntut 18 bulan atau 1,5 tahun penjara. Terdakwa dinilai terbukti bersalah, karena terbukti melakukan kasus pemalsuan surat MK. Demikian tuntutan yang disampaikan JPU Agus Prastowo dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (15/12).
Dalam persidangan yang diketuai majelis hakim Herdi Agusten, penuntut umum menyebutkan bahwa pernuatan itu terbukti berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti. Terdakwa telah mengirimkan surat Nomor 112/PAN.MK/2009 tertanggal 14 Agustus 2009 kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Surat itu berisi tentang penjelasan yang tidak sesuai dengan putusan MK Nomor 84/PHPU.C/VII/2009 tentang perselisihan pemilu DPR RI di Dapil Sulsel I
Sesuai fakta persidangan, menurut jaksa Agus, terdakwa Masyhuri terbukti ikut bersama sama membuat surat palsu MK itu. Tindakan Masyhuri sesuai dengan dakwaan, yakni pasal 63 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP tentang perbuatan secara bersama sama membuat dikumen palsu.
Dalam pertimbangan memberatkan, JPU Agus menyatakan bahwa terdakwa Masyhuri telah merusak kredibilitas MK. Selain itu, tindakan Masyhuri merugikan Partai Gerindra, karena surat palsu tersebut sempat membuat politikus Partai Gerindra Mestariyani Habie gagal menjadi anggota DPR. Walaupun akhirnya Mestariyani Habie tetap menjadi anggota DPR.
Adapun hal yang meringankan Masyhuri menurut jaksa Agus adalah, masih muda, berlaku sopan saat persidangan, mengakui terus terang tindakannya, punya tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
Namun, terdakwa Masyhuri melalui penasihat hukumnya Edwin Partogi menyatakan keberatan. Pihaknya dalam sidang selanjutnya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi). Hakim ketua Herdi Agusten pun akhirnya menunda sidang dan akan melanjutkan sidang pada Kamis (22/12) pekan depan dengan agenda penyampaian pledoi terdakwa.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU Ketut Winawa menyebutkan, terdakwa Mashyuri secara bersama-sama dengan mantan Panitera MK, Zaenal Arifin Hoesin telah memalsukan surat MK bernomor 112/PAN.MK/2009 tertanggal 14 Agustus 2009. Surat itu merupakan jawaban MK terhadap KPU yang menanyakan tentang maksud amar putusan MK Nomor 84/PHPU-C-VII/2009 tentang sengketa penghitungan suara Pileg untuk Dapil Sulsel I.
Namun, isi surat MK bernomor 112 tersebut, dinilai penuntut umum tidak sesuai dengan isi amar putusan MK Nomor 84/PHPU-C-VII/2009. Dalam pemalsuan surat tersebut, Masyhuri berperan mengketik surat palsu serta melakukan copy paste tanda tangan Panitera MK Zainal Arifin Hoesein dalam surat Nomor 112/PAN.MK/2009 tertanggal 14 Agustus 2009 serta mengantarnya ke Komisioner KPU saat itu Andi Nurpati.
Atas surat ini, dalam rapat plenonya, KPU salah menetapkan Partai Hanura mendapatkan satu kursi untuk calon terpilih Dewi Yasin Limpo dari Dapil Sulsel 1, yang seharusnya diperoleh Mestaryani Habie dari Partai Gerindra. Jaksa menilai surat asli yang merupakan jawaban MK terhadap surat permohonan KPU adalah bernomor 112 tertanggal 17 Agustus 2009. Atas perbuatannya ini, terdakwa dijerat melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.(wmr)
|