JAKARTA, Berita HUKUM - Terpidana kasus korupsi penerima suap dalam perkara BLBI, Urip Tri Gunawan, datang ke gedung Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (18/9) pagi untuk mengikuti sidang Peninjauan Kembali (PK) atas kasusnya tersebut. Mantan jaksa yang divonis 20 tahun penjara tersebut, tidak didampingi pengacara, saksi, saksi ahli dan hanya didampingi sejumlah kerabat.“Saya tidak didampingi pengacara dan tidak didampingi oleh ahli, dan saya sendiri yang membuat, lalu menyusun Memori PK ini,” ungkap Urip yang datang sekitar pukul 05.00 pagi dari Lapas Sukamiskin, Bandung, Lapas di mana mantan jaksa terbaik itu menjalani hukumannya yang telah mencapai 7 tahun.
Sidang PK pertama hari Kamis (18/9) dipimpin Ketua Majelis Hakim Supriyono, didampingi dua hakim anggota: Casmaya dan Muchlis, berikut dihadiri Majelis Penuntut Umum dari KPK yang dipimpin Rini Triningsih. Dengan lancar, tegas dan semangat, Urip membacakan Memori PK-nya yang berjumlah sekitar 40 halaman.
Alasan pengajuan PK menurut Urip antara lain, karena ditemukannya 3 novum (bukti baru) yang diyakininya dapat membebaskan dirinya dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum atau dapat pula diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan, sebagaimana diatur dalam pasal 263 (2) huruf a KUHAP.
Urip berpendapat, terhadap pidana penjara yang dijatuhkan, terdapat disparitas atau ketimpangan yang menyolok, jika dibandingkan pelaku tindak pidana korupsi yang lain, demikian pula denda yang diputuskan sebesar Rp 500 juta, sangat berat dan Urip mengaku tidak sanggup untuk membayarnya.
“Saya percaya sepenuhnya dengan keadilan yang akan diterapkan dalam perkara ini, karena sebagai insan yang beragama, putusan yang akan diambil nantinya, di samping akan dipertanggung-jawabkan secara hukum tentang kepastian dan keadilan hukum, tentunya juga akan dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa di kemudian hari,” demikian Urip berkesah.
Pada mulanya Urip merupakan Jaksa Ketua Penyidikan kasus BLBI untuk BDNI yang juga menyeret Artalyta Suryani. Di tengah proses perkara tersebut, tiba-tiba saja Urip ditangkap KPK pada awal Maret 2008 dan diketahui menerima suap dari Artalyta Suryani sebesar US$ 660 ribu. Penyuapan ini terkait dengan upaya Kejaksaan Agung dalam hal ini pihak Jampidsus yang ketika itu dipimpin Kemas Yahya Rahman, untuk menghentikan kasus BLBI yang melibatkan pengusaha besar Sjamsul Nursalim. Rekaman pembicaraan antara Urip, Kemas dan Artalyta yang disadap KPK, sempat diputar dalam persidangan di Pengadilan Tipikor.
Urip kemudian dituntut pidana 15 tahun penjara dan denda Rp.250 Juta subsidair 6 bulan kurungan, namun Majelis Hakim Pengadilan Tipikor kemudian memutuskan 20 tahun penjara dan denda Rp. 500 juta, subsidair 8 bulan kurungan. Urip dinyatakan terbukti menerima US$ 660 ribu dari Artalyta dan Rp 1 miliar dari mantan Kepala BPPN Glenn Yusuf melalui pengacaranya, Reno Iskandarsyah.
Tidak puas dengan putusan Pengadilan Tipikor, Urip kemudian mengajukan banding dan ternyata Hakim Pengadilan Tinggi tingkat banding pada bulan November 2008, memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama. Selanjutnya Urip mengajukan kasasi dan hakim kasasi di MA juga memutuskan putusan yang sama sebagaimana putusan tingkat pertama dan tingkat banding.
Pada Juli 2014, Urip mengajukan PK kepada MA melalui Ketua Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan selanjutnya pada 18 September 2014, Urip menjalani sidang pertama dengan agenda Pembacaan Memori PK yang dibacakan sendiri oleh Urip. Selanjutnya sidang ditunda pada tanggal 25 September 2014 dengan agenda tanggapan penuntut umum.(reqcomm/bhc/sya) |