JAKARTA, Berita HUKUM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar politisi tidak membawa persoalan hukum pada permasalahan partai. Hal itu diungkapkan sebagai tanggapan dari pernyataan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang meminta KPK agar segera menentukan nasib Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Demokrat menilai bahwa menggantungnya status Anas terhadap persoalaan Hambalang dinilai telah menurunkan elektabilitas partai Demokrat.
Melalui Juru Bicaranya, Johan Budi SP menyatakan bahwa status Anas Urbaningrum masih sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pelatihan dan Pendidikan Sekolah Olahraga Nasional (P3 SON) Hambalang, Jawa Barat. Dalam hal ini, KPK tidak bisa ditekan bahwa harus mempercepat atau memperlambat proses hukum seseorang.
"Kami mengimbau, KPK tidak ditarik ke masalah partai. Kami tidak menarget, kami mengusut kasus hukum," tegas Johan.
Permasalahan hukum tidak bisa diperlambat atau dipercepat, selama tidak ada dua alat bukti, KPK tidak bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka. "Sampai saat ini, status Anas adalah saksi Hambalang," tambahnya.
Memang pernyataan ini dikatakan Johan lantaran persoalan ini sampai ke telinga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY menanggapi hasil lembaga-lembaga survey, yang menyebut partainya semakin anjlok.
Hal itu dinilai karena terkait kasus-kasus korupsi yang menerpa ke elit-elit (PD) menjadi salah satu pengaruh. Pangkalnya adalah semenjak Anas menjadi Ketua Umum yang saat ini statusnya masih terkatung-katung. Seperti diketahui, saat di Jeddah, SBY berpesan kepada KPK agar profesional dalam menegakkan perkara kasus korupsi dan segera menentukan nasib Anas. Jika salah katakan salah dan jika benar katakan benar.
Johan lagi-lagi membantah bahwa pihaknya tengah menggantungkan status Anas. Menurut Johan, dalam penegakkan hukum yang dianut KPK ialah dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka dan proses penetapan itu tidak bisa dipercepat atau diperlambat seperti wacana yang berkembang selama ini diluar kewenangan KPK. "Sah-sah saja jika presiden sebagai kepala negara menghimbau, tapi kami (KPK) menegakkan hukum tidak berdasar pesanan atau tekanan," tegas Johan.
Selain itu, katanya, berdasar pada aturan dan UU KPK, tak hanya Anas saja yang akan diseret melainkan siapapun yang terbukti dengan ditemukannya dua alat bukti bisa dijadikan tersangka. "Tanpa diminta kalau ada dua alat bukti, siapapun akan dijadikan tersangka," pungkas Johan.(bhc/din) |