Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
White Crime    
KPK
Tangani Kasus Kecil, KPK Buntu Tangani Kasus Besar
Sunday 21 Apr 2013 22:33:20
 

Gedung KPK.(Foto: BeritaHUKUM.com/din)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Dalam beberapa bulan terakhir, KPK giat melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Diantaranya menangkap Wakil Ketua PN Bandung Setyabudi Tejocahyo yang menerima suap Rp 150 juta, lalu menangkap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Pajak Pargono Riyadi dengan uang Rp 125 juta, dan terakhir tangkap tangan yang melibatkan Ketua DPRD Kabupaten Bogor Iyus Djuher dan uang Rp 800 juta.

Namun di sisi lain, kasus-kasus besar yang tengah diselidiki KPK, terkesan diabaikan. Seperti Kasus dugaan korupsi Hambalang yang merugikan negara hingga Rp 243 miliar dan melibatkan mantan ketua umum partai serta mantan menteri, lalu kasus korupsi Simulator SIM di Korlantas Polri yang merugikan negara hingga ratusan miliar, serta bail out Bank Century.

Menurut pakar hukum Pidana Universitas Trisakti Yenti Garnasih, tidak focusnya KPK terhadap kasus besar dan lebih mengurusi kasus kecil menimbulkan kesan KPK ingin terlihat kerja.

“Ada kesan KPK ingin kelihatan kerja dengan menangkap pelaku korupsi yang nilainya di bawah Rp 1 miliar, di tengah kebuntuannya terhadap kasus besar. Bukannya diabaikan, tapi KPK punya fungsi supervisi ke polisi dan jaksa, sehingga jika KPK ada bukti dan indikasi korupsi bisa diserahkan ke polisi dan jaksa. Dan KPK fokus pada kasus besar,” kata Yenti, Minggu (21/4).

Jika KPK ingin menyelesaikan yang besar dan kecil, maka akan menimbulkan kekhawatiran bahwa energi KPK akan habis saat mengungkap kasus besar. Dan itu terjadi saat ini. KPK sangat lambat menangani kasus Hambalang yang melibatkan Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng. Padahal keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Dampaknya, para pejabat yang terindikasi korupsi pun tidak akan malu ditetapkan sebagai tersangka, karena KPK tidak memberikan kepastian hukum buat mereka.

“Kita tahu kemampuan KPK terbatas, penyidik, anggaran, sarana dan prasarana. Seharusnya KPK sadar di tengah keterbatasan itu musti melakukan tindakan efektif yaitu menangani kasus besar, dan menyerahkan yang kecil ke polisi dan jaksa,” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan, filosofi KPK menangani kasus korupsi yang nilainya lebih dari Rp1 miliar itu pun harus ditinjau ulang. Angka Rp 1 miliar muncul pada tahun 1999, sudah 14 tahun terlewati. Sehingga, seharusnya standar KPK harus ditingkatkan, seperti Rp 10 miliar.

Tujuannya agar kewenangan besar yang diberikan negara kepada KPK bisa dimaksimalkan dan difungsikan tepat sasaran serta memberdayakan juga jaksa dan polri untuk menjadi lebih professional memberantas korupsi.

Yang ditangani KPK adalah yang menyangkut pejabat publik, mengundang perhatian publik serta nilai kerugiannya besar. Tapi kasus yang memenuhi semua kriteria itu dimangkrakan oleh KPK.

Senada dengan itu, kuasa hukum Anas Urbaningrum, Firman Wijaya, menilai KPK tengah mengalami disorientasi. KPK hanya menangani kasus-kasus yang memiliki aspek bombastis untuk mencari popularitas agar terlihat bekerja, padahal kasus-kasus besar yang ditangani tidak terlihat.

“KPK seperti mengalami disorientasi, padahal itu bisa ditangani kejaksaan dan kepolisian. Biaya negara dan kewenangan yang besar tidak memberikan efek kerja yang sesuai. KPK lebih fokus menangani kasus yang kuat enterimennya dari pada substansi hukum yang besar,” ujarnya, seperti dikutip dari mediaindonesia.com.

Seperti yang dialami oleh kliennya yaitu anas Urbaningrum yang tidak mendapatkan kepastian hukum atau terbengkalai sejak dijadikan tersangka. Status tersangka yang diberikan KPK tanpa ada pemeriksaan atau tindak lanjut menimbulkan cap negatif seseorang di masyarakat, padahal belum tentu orang tersebut bersalah.

Sementara itu, menurut pakar hukum UI, Gandjar Laksmana Bonaparta, kasus-kasus korupsi yang nilainya besar dan melibatkan orang penting memiliki ciri pemainnya hebat, bekingnya kuat, dan rumit untuk membongkarnya.

“Jadi kalau KPK konsisten pada kasus besar, jangan-jangan dalam setahun tidak ada yang dibongkar. Sehingga KPK harus melakukan prioritas tebang pilih yaitu dengan syarat harus ada tindak pidana korupsi, mudah pembuktiannya seperti OTT,” ujarnya.(mi/bhc/opn)



 
   Berita Terkait > KPK
 
  KPK Bakal Terbitkan Sprindik Baru untuk Saksi Ahli Prabowo-Gibran di MK,Ali: Sudah Gelar Perkara
  Firli Bahuri Mundur sebagai Ketua dan Pamit dari KPK
  Polda Metro Tetapkan Komjen Firli Bahuri sebagai Tersangka Kasus Peras SYL
  Ungkap Serangan Balik Koruptor, Firli: Kehadiran Saya ke Bareskrim Bentuk Esprit de Corps Perangi Korupsi Bersama Polri
  KPK Serahkan Aset Rampasan Korupsi Senilai Rp57 Miliar kepada Kemenkumham RI dan Kementerian ATR/BPN
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2