JAKARTA (Berita HUKUM.com) – Pemerintah RI memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada tujuh orang putra terbaik Indonesia. Mereka tersebut, yakni Syafruddin Prawiranegara, Idham Chalid, Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka), Ki Sarmidi Mangunsarkoro, I Gusti Ketut Pudja, Sri Susuhan Pakubuwono X dan Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono.
Namun, dari tujuh nama pahlawan nasional itu, tak ada nama mantan Presiden Soeharto dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Padahal, nama mereka sejak lama diperbincangkan masyarakat. Apa alasan pemerintah tidak menganugerahkan gelar pahlawan bagi kedua tokoh nasional sekaligus mantan Presiden RI tersebut?
Menurut Ketua Dewan Gelar Tanda Jasa, Tanda Gelar, dan Tanda Kehormatan yang juga menjabat Menko Polhukam Djoko Suyanto, Pak Harto dan Gus Dur tidak masuk sebagai pahlawan nasional, karena tidak ada yang mengusulkan. "Kalau namanya masuk di Kementerian Sosial sudah pasti dibahas,” jelas dia.
Dikatakan seleksi pahlawan nasional dilakukan di Kemensos yang diusulkan dari berbagai daerah dan kelompok masyarakat. Lalu, diseleksi tim yang terdiri dari Kemensos, Mabes TNI, tokoh masyarakat, sejarawan dan lainnya yang berjumlah 12-13 orang. “Setelah itu, barulah masuk ke Dewan Tanda Jasa untuk dibahas dan ditetapkan," kata dia.
Menurut dia, dirinya menjabat sebagai ketua Dewan Tanda Jasa yang beranggotakan Quraish Shihab, TB Silalahi, Juwono Sudarsono, Haryono Suyono, Jimly Asshidiqqie dan Eti Setiawati. Syarat umum mendapatkan gelar Pahlawan Nasional adalah WNI atau bukan WNI.
“Mereka juga harus memiliki integritas moralnya tinggi, ada keteladanan dan berjasa kepada nusa dan bangsa sesuai dengan bidangnya masing-masing. Selain itu, juga berkelakuan baik dan setia, tidak pernah mengkhianati bangsa. Tidak pernah dipidana selama lima tahun," jelas Djoko.(dbs/wmr)
|