Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Pemilu    
Pemilu 2014
Tak Ada Alasan, KPU Harus Hentikan Pembongkaran Kotak Suara
Friday 01 Aug 2014 08:15:42
 

Ilustrasi. Kotak Suara KPU.(Foto: BH/put)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Pembukaan kotak suara di beberapa tempat yang dilakukan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) atas dasar Surat Edaran SE KPU RI Nomor 1446/KPU tanggal 25 Juli 2014 terasa janggal.

Penilaian itu disampaikan pengamat Pemilu, Ray Rangkuti dalam pesan singkat kepada Rakyat Merdeka Online pagi ini, Jumat (1/8).

Pertama, beber Ray, KPU sebagai penyelenggara pada dasarnya tidak memiliki kewenangan eksklusif untuk dapat bertindak sekehendak hati atas seluruh arsip pemilu. Kewajiban KPU hanya menyimpan arsip yang dimaksud, bukan kemudian memperlakukannya secara sepihak sekehendak hati.

Kedua, bahwa saat ini KPU sendiri tengah menghadapi sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi, menyusul gugatan yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta. "Artinya, pembukaan kotak suara itu berlangsung secara sepihak tanpa persetujuan baik Bawaslu maupun peserta pilpres," ungkap Ray.

Ketiga, karena hasil pilpres tengah disengketakan, maka semestinya pembukaan dokumen atau arsip pemilu yang jadi bahan sengketa harus melalu persetujuan MK. Sejauh ini, MK belum membuat keputusan agar dilakukan pemeriksaan dokumen-dokumen terkait dengan hasil pilpres.

Oleh karena itu, aktivitas pembongkaran kotak suara semestinya tidak dilakukan. Apalagi hal ini dilaksanakan secara sepihak oleh KPU.

"Perlu diketahui, hak untuk mendapatkan salinan dokumen dan arsip pilpres adalah hak yang dimiliki oleh seluruh peserta pemilu dan penyelenggaranya. KPU tidak lebih berhak dari misalnya Bawaslu atau dua pasangan capres," tekan Ray.

Makanya, jika KPU dapat membuka kotak suara secara sepihak, Bawaslu dan peserta sejatinya jang memiliki hak yang sama untuk melakukannya. Tentu saja akan sangat ganjil, kalau semanya tiba-tiba ingin saling membuka kotak suara.

Sikap ini justru memberi sinyal buruk bahwa seolah KPU tidak memiliki kesiapan dan keyakinan diri bahwa apa yang telah mereka lakukan selama penyelenggeraan pilpres berlangsung sebagaimana mestinya.

"Oleh karena itu, agar tidak terlalu jauh menjadi bahan pertanyaan masyarakat dan meningkatkan ketidakpercayaan pada kinerja KPU, lembaga ini harus segera menghentikan aktivitas pembongkaran kotak suara. Cukup ditunggu nantinya di persidangan MK," demikian Ray, yang juga Direktur Lingkar Madani Indonesia ini.

KPU memang mengeluarkan surat edaran Nomor 1446/KPU tertanggal 25 Juli 2014 yang ditujukan kepada Ketua KPU Provinsi/KIP Aceh dan Ketua KPU/KIP Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Surat Edaran itu memerintahkan untuk membuka kotak suara.

Alasannya, KPU mengantisipasi keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pelaksanaan rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara pilpres secara nasional.

Sementara, Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, M. Taufik menilai ada upaya menghilangkan barang bukti kecurangan dengan mengeluarkan keputusan membuka kotak suara hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasalnya, pembukaan kotak suara semestinya harus menunggu keputusan atau perintah dari mahkamah Konstitusi (MK).

"Ada upaya penghilangan barang bukti. Buka (kotak suara) seharusnya menunggu perintah MK," ujarnya.

Menurutnya apa yang telah dilakukan oleh KPU telah melanggar aturan dan sudah sewajarnya aparat kepolisian menangkap dan memeriksa jajaran KPU DKI Jakarta yang telah membuka kotak suara. Karena mmbuka kotak suara merupakan tindakan ilegal jika tidak ada peritah dari MK.

"Kami sudah melapor ke Bawaslu DKI dan Polda Metro Jaya, karena waktu rekomendasi Bawaslu, KPU tidak mau membuka kotak suara. Sekarang kok dia buka," tukasnya.(zul/rmol/inilah/bhc/sya)



 
   Berita Terkait > Pemilu 2014
 
  Sah, Jokowi – JK Jadi Presiden dan Wakil Presiden RI 2014-2019
  3 MURI akan Diserahkan pada Acara Pelantikan Presiden Terpilih Jokowi
  Wacana Penghapusan Kementerian Agama: Lawan!
  NCID: Banyak Langgar Janji Kampanye, Elektabilitas Jokowi-JK Diprediksi Tinggal 20%
  Tenggat Pendaftaran Perkara 3 Hari, UU Pilpres Digugat
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2