SAMARINDA, Berita HUKUM - Penanganan kasus korupsi pada Kejaksaan Negeri Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) pada tahun 2013 banyak pertanyaan yang muncul dari masyarakat atau stackholder, sehingga muncul opini seakan-akan Kejaksaan Negeri Samarinda tertutup atau tidak tanggap terhadap kasus korupsi yang ada.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda yang baru, Costantein Ansanay, SH. CN menggantikan Kajari sebelumnya Arip, diruang kerjanya, Rabu (23/10) lalu kepada BeritaHUKUM.com mengatakan, ada metode penanganan kasus korupsi di kejaksaan yaitu dengan metode sedikit bicara banyak bekerja, bukan banyak bicara dan sedikit hasilnya hal ini dapat dilihat dari penanganan kasus korupsi di Indonesia yang ditangani Kejaksaan Agung tetapi tidak pernah di publikasikan, ujar Costanten.
"Kita mempunyai metode penanganan kasus korupsi yaitu sedikit bicara banyak kerja, bukan banyak bicara pekerjaannya sedikit", ujar Kajari Costantions.
Penanganan Korupsi di Kejaksaan Negeri Samarinda pada tahun 2013 sebanyak 11 perkara dan sedang dalam penanganan, mulai dari tingkat penyelidikan hingga pada tingkat penuntutan, perkara-perkara tersebut yang dalam penyidikan semuanya yang sebenarnya dari laporan masyarakat dan laporan LSM yang mempunyai kepedulian, terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia, jelas Kajari Costantein.
Dari 11 perkara yang di sidik Kejaksaan Negeri Samarinda diterima atas laporan masyarakat dan laporan LSM, yang mempunyai kepedulian terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia.
Dari 11 perkara korupsi tersebut jelas Kajari, ada 4 kasus korupsi yang sudah selesai. ada 3 kasus sudah dilimpahkan ke pengadilan dalam tahap penuntutan yaitu tersangka tersangka Mh, RMD, dan Msd. Sedangkan 1 kasus dihentikan dalam tahap penyelidikan karena tidak cukup bukti yaitu tersangka, SPD dalam kasus pengalihan hak tanah hak pengelolahan lahan (HPL). Karena dugaan kasus korupsinya kecil atau sangat tipis, yang mana dalam kasus ini sebenarnya menguntungkan pihak Pemda Propinsi Kaltim. Sementara ada 6 kasus korupsi lainnya, sedang dalam proses penyidikan, papar Kajari Costantien.
Ungkapan ini supaya bisa diketahui masyarakat agar tidak menjadi pertanyaan seakan-akan kejaksaan negeri Samarinda tidak melaksanakan sesuatu. Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda yang pernah menerima predikat terbaik dalam penanganan kasus Tipikor tersebut juga mengatakan bahwa, "menurut Prof. dr. Hadi Hamzah, bahwa korupsi sudah harus diberantas karena tindakan korupsi adalah sesuatu yang bejat atau sesuatu yang busuk, sehingga harus di berantas secara tuntas," terang Costantein.
Dari ke 11 perkara kasus korupsi tersebut ada 4 kasus yang sudah diselesaikan, yaitu 3 kasus dilimpahkan ke Pengadilan dalam tahap penuntutan, 1 kasus yang dtangani ditahap penyelidikan dihentikan karena tidak cukup bukti untuk dinaikan ke tingkat penyidikan, karena dinilai tidak cukup bukti untuk dinaikkan ke tingkat penyidikan yaitu kasus pengalihan hak tanah atau hak pengelolahan lahan (HPL), yang mana sebenarnya menguntungkan pihak Pemda Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan 6 kasus korupsi lainnya sementara sedang dalam penyidikan, jelas Kajari.
"Ini supaya bisa diketahui masyarakat agar tidak menjadi pertanyaan seakan-akan kejaksaan negeri Samarinda tidak melakukan sesuatu," ujar Costantein.
Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Costanten Ansanay, yang baru sebulan menjabat Kajari Samarinda, menegaskan bahwa, "sekarang adalah era transparansi, untuk itu setiap penanganan kasus suatu perkara harus transparan pada masyarakat, agar mereka dapat menilai kinerja kejaksaan dan juga mengharapkan semua stackholder dan lembaga hukum yang ada harus mendukung Kejaksaan dalam penanganan kasus korupsi. seperti LSM, masyarakat adat dan komunitas lainnya yang mencari keadilan," tegas Kajari.
Tuntutan keadilan yang diinginkan masyarakat yang universal, jadi kita bicara tentang penegakan hukum maka kita bicara yang nornatif, "Saya berpikir bahwa keadilan yang diinginkan oleh masyarakat kalau penegakan normatif saja, siapa yang bersalah melanggar hal yang ditentukan Undang-Undang, maka tentunya diproses, dituntut dan dihukum, namun sebelum sampai pada pasal penegakan maka diberikan ruang pada sisi keadilannya," pungkas Kajari Ansanay.(bhc/gaj). |