ACEH, Berita HUKUM - Tim Pengacara Muslim (TPM) di Aceh mengutuk tindakan Militer Mesir yang telah membantai umat Muslim di Mesir, demi mempertahankan aksi Kudetanya terhadap Demokrasi yang sedang dikawal Dunia saat ini.
TPM meminta Pemerintah Indonesia menggunakan pengaruhnya di PBB untuk menyeret Militer Mesir ke Mahkamah International, karena telah melakukan pelanggaran HAM berat.
Indonesia salah satu negera Muslim terbesar didunia berkewajiban menjaga ketertiban dunia dari tindakan-tindakan brutal yang tidak beradab, yang dilakukan Militer Mesir terhadap Umat Muslim.
Tindakan tersebut sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yang memberikan Indonesia berperan aktif dalam menciptakan ketertiban dunia dari yang adil dan beradab.
TPM meminta agar pemerintah Indonesia, menangkap seluruh pejabat Militer Mesir yang ada di Indonesia yang terlibat dalam pembantaian umat muslim Mesir dan mengajukannya ke Mahkamah international sebagai pelaku pelanggaran HAM berat.
TPM mendesak pemerintah Indonesia untuk tidak mengakui pemerintahan Mesir hasil kudeta Militer yang telah menhancurkan demokrasi di Mesir.
TPM meminta masyarakat Indonesia berperan aktif untuk perdamaian Mesir, seperti yang pernah dilakukan Mesir dalam proses perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, seperti yang di tulis, dalam Buku "Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, "Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia M.Zein Hassan Lc.
Saat itu, di jalan-jalan terjadi demonstrasi-demonstrasi dukungan kepada Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah, saat terjadi serangan Inggris atas Surabaya 10 Nopember 1945 yang menewaskan ribuan penduduk Surabaya, demonstrasi anti Belanda-Inggris merebak di Timur Tengah khususnya Mesir.
Sholat ghaib dilakukan masyarakat di lapangan-lapangan dan masjid-masjid di Timur Tengah untuk mendoakan para Syuhada yang gugur dalam pertempuran yang sangat dahsyat tersebut.
Hal tersebut di sampaikan ketua Tim Pengacara Muslim Safaruddin SH, yang juga Ketua Direktur Eksekutif Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), dalam siaran Persnya yang di terima media ini Minggu (18/8).
Menurut Safaruddin, gerakan massa internasional khususnya Rakyat Mesir, pada Agresi Militer Belanda ke-1, 21 juli 1947, pada 9 Agustus, saat kapal "Volendam" milik Belanda pengangkut serdadu dan senjata berlabuh di Port Said.
"Ribuan penduduk dan buruh pelabuhan Mesir yang dikordinir, Ikhwanul Muslimin (persaudaraan kaum muslim) berkumpul di pelabuhan tersebut, dengan menggunakan puluhan motor boat, mengunakan bendera merah putih bukti solidaritas Rakyat Mesir terhadap Indonesia," ujarnya.
"Menghalau dan memblokade, motor-motor boat perusahaan asing yang ingin menyuplai air & makanan ke kapal "Volendam" milik Belanda yang berupaya melewati Terusan Suez, hingga kembali ke pelabuhan" tambahnya.
"Kemudian motor boat besar pengangkut logistik untuk "Volendam" bergerak dengan dikawal 20 polisi bersenjata beserta Mr.Blackfield, Konsul Honorer Belanda asal Inggris, dan Direktur perusahaan pengurus kapal Belanda di pelabuhan tersebut," jelasnya .
Namun hal itu tidak menyurutkanperlawanan para buruh Mesir, menurut Safaruddin lagi, "Wartawan 'Al-Balagh' pada 10/8/47 melaporkan; Motor-motor boat yang penuh buruh Mesir tersebut, mengejar motor boat besar dan sebagian dari mereka dapat naik ke atas deknya, Mereka menyerang kamar stirman, dan membelokkan motor boat besar tersebut kejurusan lain," ucapnya.
"Solidaritas sudah pantas diberikan rakyat dan pemerintah Indonesia terhadap rakyat Mesir yang sedang dibantai Militernya melalui kudeta, " tegas Safaruddin.(bhc/kar) |