HONGKONG, Berita HUKUM - Sekitar 1.000 tenaga kerja wanita, sebagian besar berasal dari Indonesia dan Filipina, menggelar aksi damai di Hongkong, hari Minggu (16/12), menuntut kondisi kerja dan upah yang lebih layak.
Informasi yang dihimpun kantor berita AFP menyebutkan mereka berkumpul di depan kantor pemerintah, meneriakkan yel-yel dan membawa poster, dan bendera dalam berbagai ukuran.
Aksi ini juga sekaligus untuk menandai Hari Pekerja Migran Internasional yang jatuh pada hari Minggu.
"Pemerintah berupaya keras, agar kami pekerja migran Asia tidak mendapatkan tunjangan yang layak seperti halnya pekerja-pekerja lain," kata Eni Lestari, juru bicara penyelenggara aksi dari Badan Koordinasi Pekerja Migran Asia.
Dibatalkan pengadilan
Pekerja rumah tangga, yang biasanya tinggal bersama majikan, tidak memiliki jam kerja yang standar, dan bisa bekerja hingga 20 jam per hari, papar Lestari yang pernah menjadi pembantu rumah tangga di Hong Kong selama 12 tahun.
Perwakilan pekerja migran asal Filipina, Dolores Balladares, mengatakan upah bulanan pekerja rumah tangga asing hanya naik 60 dollar Hongkong atau sekitar US$ 7,7 dalam 13 tahun terakhir, menjadi 3.920 dollar Hongkong.
Nilai ini jauh dari mencukupi untuk memenuhi berbagai kebutuhan selama satu bulan.
Selain meminta upah yang lebih layak, para pekerja migran juga menentang keputusan soal hak mereka untuk menjadi warga tetap.
Maret lalu keputusan pengadilan yang membolehkan pembantu rumah tangga menjadi warga tetap di Hongkong dibatalkan pengadilan yang lebih tinggi.
PRT di Hongkong mencapai tidak kurang 300.000 orang, yang berasal dari Indonesia, Filipina, Thailand, Sri Lanka, dan Nepal.(bbc/bhc/opn) |