JAKARTA, Berita HUKUM - Isu bagi-bagi kursi kabinet 2019-2024 kembali mencuat jelang pelantikan presiden dan wakil presiden 20 Oktober 2019. Tidak hanya partai politik pendukung Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin, tapi juga partai lain diduga terlibat lobi-lobi. Terakhir Partai Gerindra diisukan ikut dalam perbicangan pembentukan kabinet.
Menanggapi hal itu, politisi PDI Perjuangan, Kapitra Ampera mengakui ada lobi-lobi politik menjelang pelantikan dan pengumuman susunan kabinet. Menurut dia, tidak ada koalisi tanpa syarat.
"Koalisi tanpa syarat itu bullshit (bohong), tidak ada makan siang gratis," ujar Kapitra dalam diskusi Forum Jurnalis Merah Putih bertema "Jokowi di Pusaran Kepentingan, Minta ini Minta itu," di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/10).
Meskipun latar belakang Jokowi bukanlah dari kalangan elit politik, tetapi dia menjadi presiden melalui partai politik. Sebab itu, rekruitmen kepemimpinan di Indonesia harus melalui partai politik, baik itu DPR RI, DPRD hingga Presiden. Maka tidak heran jika dalam penyusunan kabinet ada kepentingan partai.
"Dalam kabinet ada kemewahan duniawi yang diperebutkan oleh para pendukungnya, terutama partai koalisi. Karena partai butuh kekuasaan untuk menjaga eksistensi pada 2024 mendatang," ujarnya.
Kapitra juga mengatakan wajar jika partai pendukung meminta jatah kursi baik, di kabinet atau posisi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena merasa sudah ambil bagian dalam memenangkan Presiden.
Bahkan, tidak hanya partai politik, relawan-relawan pun demikian. Karena bagaimanapun juga mereka berharap atas perjuangan memenangkan Jokowi sebagai presiden.
"Kemudian yang pertama dikejar adalah kabinet. Disamping itu presiden juga memerlukan pembantu (kabinet) dan dalam kabinet itu ada fasilitas dan kemewahan dan tidak pernah menderita kecuali kena KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," tukasnya.
Ditempat sama, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto menyampaikan harapannya soal komposisi menteri di kabinet kerja jilid II. Cak Nanto sapaan akrab Sunanto berharap Jokowi tak hanya berfokus pada calon menteri dari kalangan partai politik.
"Kami berharap kalau Jokowi memimpin tidak hanya fokus kepada calon-calon menteri yang dari parpol. Tapi harus fokus kepada calon-calon profesional memiliki power terhadap kelompok-kelompok masyarakatnya agar visi-misinya mampu diimplementasikan," ujarnya.(bh/amp) |