JAKARTA, Berita HUKUM - Sistem proposional terbuka semakin membuat calon legislatif merogok kocek lebih dalam. Pasalnya, selain kebutuhan alat peraga dan operasional tim sukses, para calon wakil rakyat ini juga harus membayar gaji setiap saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Hal itulah yang menjadi sorotan Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo. Sebab, menurutnya, dalam sistem politik sekarang ini ongkos politik yang dikeluarkan para Calon Legislatif (caleg) guna bisa lolos terpilih sebagai anggota legislator tidak bisa bermodal dengkul.
"Saat ini persaingan internal maupun eksternal partai serta masa kampanye yang jauh lebih panjang dibandingkan Pemilu 2009 lalu, yang hanya beberapa bulan, mau tidak mau akan memaksa para caleg merogoh kocek yang lebih dalam lagi," ujar Bambang seperti dikutip dari pesan singkatnya yang diterima pewarta BeritaHUKUM.com, Rabu (24/4).
Namun, hal itu tidak begitu berlaku bagi kalangan Caleg yang sudah terkenal. Sebut saja, kyai, selebritis, dan tokoh masyarakat yang sudah dikenal.
"Karena kerja-kerja politik dan kampanye sangat diuntungkan jika Caleg sudah terkenal atau memiliki nama. Seperti artis, kyai, tokoh masyarakat dan lainnya," terang Bambang.
Sedangkan, yang belum dikenal masyarakat, Anggota Komisi III DPR RI ini memperkirakan para Caleg membutuhkan dana paling sedikit Rp 1 miliar. "Kecuali kalau hanya iseng-iseng berhadiah," tegasnya.
Dimana, biaya yang dikeluarkan bagi para caleg untuk Pemilu 2014. Pertama, akomodasi ke dapil (transportasi, penginapan) paling tidak satu bulan 2 kali sejak persaingan internal sebelum penyusunan DCS hingga Desember 2013.
Kedua, logistik atau atribut (kaos, spanduk, kelender, umbul-umbul, baliho), iklan di media lokasi, alat peraga berupa kartu suara, lomba kesenian, lomba olahraga. Ketiga, biaya bantuan sosial seperti perbaikan mushollah, masjid, gereja, dan jalan desa. Keempat, biaya pengumpulan massa pada putaran terakhir masa kampanye.
"Kelima, ini yang berat. Yaitu biaya saksi di setiap TPS yang biasanya berkisar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per-orang. Bayangkan di setiap Dapil biasanya ada 5000-10.000 TPS. Tinggal kalikan saja jumlah itu," tutur Bambang.(bhc/riz) |