JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) kasus minyak mentah (kondensat) bagian negara pada BP Migas dengan PT Trans Pacific Petrochemichal Indotama (PT. TPPI) yang menjadikan Ir. Raden Priyono dan Ir. Djoko Harsono. M.Sc serta Honggo Wendratno (In Absensia) sebagai Terdakwa, kembali digelar dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada, Senin (20/4).
Dalam persidangan yang berlangsung menggunakan metode Video conference (Vicon) tersebut, menerapkan protokol pencegahan penyebaran Covid-19 dalam masa PSBB. Karena diselenggarakan di tiga lokasi berbeda, yaitu pertama di ruang sidang Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam persidangan tersebut, tampak dihadiri oleh Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Tim Penasehat Hukum Terdakwa.
Lalu, dari ruang Vicon Rutan Salemba Cabang Kejagung RI sebagai lokasi bersidang para terdakwa Raden Priyono dan Djoko Harsono. Sedangkan para saksi diambil dan didengarkan keterangannya dari kantor Ditjen Anggaran Lantai 10 Gedung Kementerian Keuangan RI.
Adapun para saksi yang diperiksa dalam persidangan kali ini, ada lima orang. Mereka adalah pertama, Ani Ratnawati selaku Wakil Menteri Keuangan RI dari tahun 2010 sampai 2014. Kedua, Mariatul Aini selaku Dirjen Anggaran Kemenkeu RI dari 2014 sampai sekarang.
Sedangkan, Saksi ketiga Drs. Mudjo Suwarno selaku Direktur PNBP pada Dit.PNBP Ditjen Anggaran Kemenkeu RI tahun 2006 sampai 2011. Keempat, Erman Jaya Kusuma selaku Kasubdit Penerimaan Migas Direktorat PNBP, pada Ditjen Anggaran Kemenkeu RI tahun 2008 sampai 2012, dan saksi kelima T.Supriadi Sinaga selaku Kasubdit Penerimaan Migas Direktorat PNBP, pada Ditjen Anggaran Kemenkeu RI tahun 2015 sampai sekarang.
Dalam kesaksiannya sebagai saksi, Ani Ratnawati yang kala itu sebagai Dirjen Anggaran menyatakan mengetahui penunjukan PT TPPI sebagai penerima kondensat dari dokumen.
Lebih lanjut, ketika ditanya Tumpal H. Hutabarat, SH, M.Hum selaku Kuasa Hukum, mantan Kepala BP Migas Ir. Raden Priyono kepada Ani terkait apakah bawahannya pernah melaporkan mengenai dasar permohonan surat yang diajukan PT TPPI itu. Karena salah satunya mengenai krisis likuiditas yang menyebabkan TPPI tidak memperoleh pinjaman.
"Itulah dasar surat itu, makanya timbul surat Menteri ini," ujar Tumpal sambil bertanya di point E, dasar yang diajukan ke Menteri Keuangan itu adalah beroprasinya kembali PT TPPI yang akan dapat mempertahankan. Apakah saksi pernah mendapat laporan kondisi TPPI pada waktu itu, sebelum diajukannya surat itu.
Selanjutnya Ani mengatakan bahwa laporannya hanya dalam nota dinas bersama, itulah yang disampaikannya. "Dalam nota dinas bersama yang disampaikan itu disusun oleh direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan Kepala pusat pengelolaan resiko viskal itulah yang menjadi acuan dari semua nota dinas ini, kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan," ucapnya.
Baik, kata Pengacara Tumpal sambil mencecar pertanyaanya. Dalam nota dinas yang diajukan kepada saksi selaku Dirjen Anggaran itu, Apakah disebutkan kondisi PT TPPI lagi keadaan tidak jalan, karena lagi krisis. Kalau tidak krisis, PT TPPI inikan tidak minta persetujuan kepada menteri, imbuhnya.
Menurut Ani dalam surat yang diajukannya tersebut, telah menjelaskan kondisi keuangan TP TPPI. "Jadi betul Pak, didalam surat ini dijelaskan kondisi keuangan yang dialami PT TPPI. Demikian juga dikaitkan dari sedemikian yang Bapak tanyakan tadi. Dituliskan semua didalam nota dinas bersama," ujar Ani selain dari Dirjen Anggaran dan Kepala BKM, tegasnya.
Usai sidang kepada wartawan Tumpal mengatakan dasar nota dinas dari para saksi itu, untuk menyelamatkan aset negara, dan menghemat devisa negara. Oleh sebab itulah Menteri Keuangan menyetujui agar PT TPPI tersebut diberikan kondensat.
"Dasar nota dinas mereka itu untuk menyelamatkan aset negara, dan untuk menghemat devisa negara. Makanya mereka menyetujui PT TPPI itu diberikan kondensat, dan itulah dasarnya Menteri Keuangan," ujar Tumpal di Pengadilan Tipikor, Senin (20/4) sore kepada wartawan.
Ketika ditanya hutang PT TPPI yang menjadi kerugian negara dalam dakwaan JPU, Tumpal menyatakan itukan piutang, dan tercatat sampai saat ini. Sebab Menteri Keuangan kala itu mendukung untuk diberikannya kondensat kepada TP TPPI. Karena saksi-saksi itu yang membuat pertimbangannya. Melalui nota dinas secara berjenjang dari Kasubdit Penerimaan Migas kemudian ke Direktur PNPB ke Dirjen Anggaran kemudian ke Menteri Keuangan.
"Intinya perhitungan-perhitungan mereka itu, dikasih, lalu diberikanlah kondensat kepada PT TPPI itu. Mereka juga mengakuin TPPI pada waktu itu sedang macet, krisis keuangan, tapi mereka menyetujui diberikan," ujar Tumpal, seraya mengatakan mereka itulah yang menghitungnya dan menjadi saksi hari ini, karena kalau Menteri kan tinggal menandatangani saja, jelasnya.
Lebih lanjut pada saat ditanya siapa bersalah dalam kasus kondensat ini, Tumpal menyatakan tidak ada salahnya terdakwa. Karena kalau kembali kepada unsur tindak pidana korupsi, tujuannya apa? Menyelamatkan aset negara.
"Faktanya sekarang, tadi ada salah satu saksi mengatakan kilang TPPI itu sudah diambil Pertamina. Benar atau tidak, saya tidak tau. Jadi untungkan karena menjadi milik negara," ujar Tumpal, sambil menjelaskan yang menjadi jaminan PT TPPI adalah Kilang yang berada di Tuban, Jawa Timur itu, tandasnya.(bh/ams) |